Selasa, 13 Desember 2011

Bermuhasabah, Sebelum Hari Penghisaban

oleh: Ali Akbar Bin Agil

ALKISAH, suatu hari Atha As-Salami, seorang Tabi`in bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, “Ya, Atha sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya.”

Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, “Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dengan harga yang pas.” Tawaran itu dijawabnya, “Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya, ketahuilah sesungguhnya yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya ternyata ada cacatnya.

“Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.”

Pelajaran penting dari kisah di atas adalah usaha seorang Atha` yang jeli melakukan introspeksi diri, menyadari kelemahan, dan kekurangannya. Seiring akan datangnya Tahun Baru Islam 1433 H, kita pun perlu melakukan evaluasi: sudah sejauh mana amal, ilmu, dan akhlak kita selama ini. Perasaan puas dengan apa yang telah kita kerjakan harus kita kubur dalam-dalam, sebab masih masih banyak ‘PR’ yang perlu dituntaskan.

Perputaran roda waktu meniscayakan bagi setiap manusia, lebih-lebih seorang mukmin untuk melakukan Muhasabah. Muhasabah bisa berarti melakukan introspeksi diri, evaluasi, atau koreksi atas kinerja selama ini.

Muhasabah merupakan solusi tepat untuk menyadari dan merenungi segala kebajikan maupun kebijakan bahkan kefasikan yang mungkin menyelimuti semasa hidup di tahun sebelumnya sehingga kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilan dan kegagalan yang kita tunai.

Dalam al-Quran Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bertakwa yang dirangkai dengan persiapan menyongsong hari akhir: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr: 18)

Secara jelas, ayat ini menyuruh setiap mukmin untuk memperhatikan nasibnya di akhirat kelak. Bekal apa yang telah kita siapkan agar selamat di alam yang baru itu?

Imam Turmudzi meriwayatkan hadits yang berbunyi: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt.” (HR. Imam Turmudzi)

Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Tuhan-nya.

Imam Turmudzi meriwayatkan ucapan Sayidina Umar bin Khaththab yaitu: “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari `aradh akbar (yaumul hisab). Hisab itu hanya akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”

Sahabat Umar memahami benar urgensi dari muhasabah ini. Pada kalimat terakhir dari ungkapan di atas, beliau mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di hari akhir kelak. Beliau paham betul bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

Oleh karena itu, ketika kita menyinggung muhasabah, maka di dalamnya ada tiga bentuk atau tiga fase muhasabah.

Pertama, muhasabah sebelum berbuat. Muhasabah pada keadaan pertama ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah perbuatan yang hendak kita lakukan bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun diri orang lain. Berpikir jernih dan cerdas sebelum berbuat merupakan langkah seorang besar yang memiliki visi yang jauh ke depan. Ia bisa menimbang baik-buruk, positif-negatifnya suatu pekerjaan yang hendak ia lakoni.

Kedua, muhasabah saat melaksanakan sesuatu. Fase kedua yang perlu didaki oleh kita setelah bermuhasabah sebelum berbuat adalah melakukan introspeksi ulang di tengah perbuatan yang sedang kita jalani. Tujuannya tidak lain adalah mengontrol dan mengendalikan diri agar tidak menyimpang. Layaknya kita sebagai manusia, mungkin kita baik di awal, namun tak menjamin kita tetap berada di jalan yang semestinya manakala kita tengah dalam proses mengerjakan sesuatu. Hal ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan sesuatu atau menghentikannya sama sekali.

Ketiga, muhasabah setelah melakukan suatu perbuatan. Pada fase ini, muhasabah berfungsi sebagai alat penemu kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan yang terselip di dalam melakukan sesuatu. Tujuannya jelas, kesalahan yang terjadi tidak boleh terjadi pada masa mendatang.

Ketika kita selalu memperhatikan modal, memperhitungkan keuntungan dan kerugian, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Insya Allah kita termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisaban, yaitu hari kiamat.*

Red: Cholis Akbar

Selengkapnya......

Senin, 12 Desember 2011

Tawassul yang Dibolehkan dan yang Terlarang

Oleh: Ammi Nur Baits
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Yang membolak balikkan hati manusia, Raja yang menguasai segalanya. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan siapa yang disesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya…
Tawassul dalam tinjauan bahasa dan Al Qur’an
At tawassul secara bahasa artinya mendekatkan diri dengan sesuatu amal (Al Misbahul Munir, 2/660). Bisa juga dimaknai dengan berharap (ar raghbah) dan butuh (Lihat Al Mufradat fi ghoribil Qur’an, 523). Terkadang juga dimaknai dengan “tempat yang tinggi”. Sebagaimana terdapat dalam lafadz do’a setelah adzan: “Aati Muhammadanil wasilata…”. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa makna “Al Wasilah” pada do’a di atas adalah satu kedudukan di surga yang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.
Ringkasnya, tawassul secara bahasa memiliki empat makna: mendekatkan diri, berharap, butuh, dan kedudukan yang tinggi.
Dalam Al Qur’an, kata “Al Wasilah” terdapat di dua tempat:
[Pertama] di surat Al Maidah ayat 35, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah “Al Wasilah” kepadaNya dan berjuanglah di jalanNya agar kalian beruntung.”
[Kedua] di surat Al Isra’ ayat 57, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari “Al Wasilah” kepada Rabb mereka, siapakah diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)….”
Dua ayat di atas, terutama surat Al Maidah ayat 35, sering digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai dalil untuk melakukan tawassul yang terlarang. Penyebabnya adalah kesalahpahaman dalam menafsirkan kalimat: “Carilah Al Wasilah kepada-Nya..” Untuk itu, sebelum membahas masalah ini lebih lanjut, akan dibahas tafsir kalimat tersebut dengan merujuk beberapa pendapat para ahli tafsir dalam rangka meluruskan pemahaman tentang kalimat di atas.
Tafsir para ulama tentang makna Al wasilah pada surat Al Maidah ayat 35:
1. Al Jalalain, “carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, maknanya: “carilah amal ketaatan yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah.” (Tafsir Jalalain surat Al Maidah: 35)
2. Ibnu Katsir menukil tafsir dari Qatadah, “Carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, tafsirnya: “mendekatkan diri kepadanya dengan melakukan ketaatan dan amal yang Dia ridhai.”
Ibnu Katsir juga menukil tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Abu Wail, Al Hasan Al Bashri, Qotadah, dan As-Sudi, bahwa yang dimaksud “Carilah Al Wasilah…” adalah mendekatkan diri. (Tafsir Ibn Katsir surat Al Maidah ayat 35)
3. Ibnul Jauzi menyebutkan di antara tafsir yang lain untuk kalimat, “Carilah al Wasilah kepadaNya..” adalah carilah kecintaan dariNya. (Zaadul Masir, surat Al Maidah ayat 35).
4. Sementara Al Baidhawi mengatakan bahwa yang dimaksud: “carilah al wasilah kepadaNya…” adalah mencari sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri pada pahala yang Allah berikan dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.” (Tafsir Al Baidhawi “Anwarut Tanzil” untuk ayat di atas).
Mengingat keterbatasan tempat, hanya bisa dinukilkan beberapa pendapat dari kitab tafsir. Di samping itu, hampir semua ahli tafsir menyampaikan pendapat yang sama dengan empat kitab tafsir di atas ketika menafsirkan ayat tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tafsir yang benar untuk firman Allah: “Carilah al wasilah kepadaNya…” adalah melakukan segala bentuk ketaatan yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah dan menjauhi segala perbuatan maksiat yang bisa menjauhkan diri kita kepada Allah.
Oleh karena itu, sangat tidak benar jika ayat ini dijadikan dalil untuk melakukan tawassul yang tidak disyari’atkan atau tawassul bid’ah. Lebih-lebih jika tawassul tersebut mengandung kesyirikan. Karena kita menyadari bahwa dua perbuatan di atas, nilainya adalah kemaksiatan kepada Allah. Maka siapa yang melakukan tawassul dengan tawassul bid’ah atau tawassul yang mengandung kesyirikan justru dia akan semakin jauh dari Allah. Bukannya dia semakin dicintai Allah tetapi malah justru mendatangkan murka Allah.
Tawassul yang disyari’atkan
Berdasarkan penjelasan tentang pengertian tawassul di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap ketaatan dan sikap merendahkan diri di hadapan Allah dapat dijadikan sebagai bentuk tawassul. Namun di sana ada beberapa amal khusus yang disebutkan dalam dalil untuk dijadikan sebagai bentak bertawassul kepada Allah, di antaranya:
1) Melalui asmaul husna
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya …” (QS. Al A’raf: 180)
Berdasarkan ayat tersebut, dianjurkan bagi setiap yang hendak berdo’a untuk memuji Allah terlebih dahulu dengan menyebut nama-namaNya yang mulia dan disesuaikan dengan isi do’a. Misalnya do’a minta ampunan dan rahmat, maka dianjurkan untuk menyebut nama Allah: Al Ghafur Ar Rahiim.
2) Membaca shalawat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua do’a tertutupi (tidak bisa naik ke langit) sampai dibacakan shalawat untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At Thabrani dalam Al Ausath dan dihasankan Al Albani)
3) Memilih waktu dan tempat mustajab
Ada beberapa waktu yang mustajab untuk berdo’a, di antaranya:
• Waktu antara adzan dan iqamah, berdasarkan hadits, “Do’a di antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdo’alah.” (HR. At Tirmidzi dan dishahihkan Al Albani)
• Di akhir shalat fardhu sebelum salam, berdasarkan riwayat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Kapankah do’a seseorang itu paling didengar?” Beliau menjawab, “Tengah malam dan akhir shalat fardhu.” (HR. At Tirmidzi dan dihasankan Al Albani). Yang dimaksud “akhir shalat fardlu” adalah setelah tasyahud sebelum salam.
• Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar, berdasarkan hadits, “Hari jum’at itu ada 12 jam. Di antaranya ada satu waktu yang jika seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah pada waktu tersebut pasti Allah beri. Cari waktu itu di akhir hari setelah ashar.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al Hakim dengan disetujui Ad Dzahabi)
Demikian sekelumit penjelasan tentang kesempatan yang baik untuk berdo’a. Masih terlalu banyak keterangan tentang waktu dan tempat yang mustajab untuk berdo’a yang tidak bisa dipaparkan pada kesempatan ini.
4) Meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya
Karena keshalehan dan kedudukan manusia itu bertingkat-tingkat. Sehingga peluang terkabulkannya do’a seseorang juga bertingkat-tingkat sebanding dengan kedekatannya kepada Allah. Oleh karena itu, ada beberapa sahabat yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akannya. Namun ada beberapa hal yang perlu untuk diingat terkait dengan meminta orang lain agar mendo’akannya:
• Hendaknya tidak dijadikan kebiasaan. Atau bahkan dijadikan sebagai ucapan latah ketika ketemu setiap orang. Sering dijumpai ada orang yang setiap ketemu orang lain pasti minta agar dido’akan. Bahkan yang lebih baik dalam hal ini adalah berusaha untuk berdo’a sendiri dan tidak menggantungkan diri dengan meminta orang lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakr As Siddiq radhiallahu ‘anhu yang tidak meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akan dirinya.
• Do’a yang diminta bukan murni masalah dunia dan untuk kepentingan pribadinya. Semacam lulus tes, banyak rizqi, dan semacamnya. Jika do’a itu untuk kepentingan pribadinya maka selayaknya yang diminta adalah akhirat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat dengan meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dirinya dimasukkan ke dalam surga. Atau, jika do’a itu isinya kepentingan dunia, maka selayaknya bukan untuk kepentingan pribadinya namun untuk kepentingan umum, semacam meminta hujan atau keamanan kampung.
5) Amal shaleh
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar seorang da’i yang mengajak untuk beriman kepada Engkau lalu kami beriman…” (QS. Ali Imran: 193).
Pada ayat di atas Allah mengajarkan salah satu cara bertawassul ketika berdo’a, dengan menyebutkan amal shalih yang paling besar nilainya, yaitu memenuhi panggilan dakwah seorang nabi untuk beriman kepada Allah.
Masih banyak bentuk-bentuk tawasul lainnya yang disyari’atkan, namun mengingat keterbatasan tempat tidak bisa disebutkan. Secara ringkas, tawassul yang disyariatkan dapat dikelompokkan menjadi tiga:
• Tawassul dengan memuji Allah sambil menyebut asma’ul husna
• Tawassul dengan meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya
• Tawassul dengan amal shaleh. Membaca shalawat, memilih waktu yang mustajab, dan semacamnya tercakup dalam amal shaleh.
Tawassul yang terlarang
Tawassul yang terlarang adalah menggunakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at. Tawassul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi dua macam:
a) Bertawassul dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syariat.
Tawassul jenis ini adalah tawassul yang terlarang, bahkan terkadang menyebabkan timbulnya perbuatan syirik. Misalnya seseorang bertawassul dengan kedudukan (jaah) Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau kedudukan orang-orang shaleh di sisi Allah. Karena tawassul semacam ini berarti telah menetapkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak ada dasarnya dalam syariat. Karena kedudukan siapa pun di sisi Allah itu tidak mempengaruhi terkabulnya doa orang lain yang menggunakannya sebagai sarana tawassul. Kedudukan hanya bermanfaat bagi pemiliknya bukan orang lain. Kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam di sisi Allah hanya bermanfaat bagi do’a beliau saja dan bukan do’a orang lain. Maka do’a kita tidaklah menjadi cepat terkabul hanya gara-gara kita menyebut kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau orang shaleh.
Di antara bentuk tawassul semacam ini adalah tawassul yang dilakukan sebagian kaum muslimin pada saat membaca shalawat Badr. Dalam shalawat ini terdapat kalimat, yang artinya: “Kami bertawasul dengan sang pemberi petunjuk, Rasulullah dan setiap orang yang berjihad di jalan Allah, yaitu pasukan perang badar.”
Para ulama menjelaskan bahwa tawassul model semacam ini memiliki dua hukum:
[Pertama] Hukumnya bid’ah, karena tawassul termasuk salah satu bentuk ibadah. Sementara bentuk tawassul dengan cara ini belum pernah dipraktekkan di zaman Nabi ‘alaihis shalatu wa sallam dan para sahabat.
[Kedua] Jika diyakini dengan menggunakan tawassul jenis ini menyebabkan do’anya menjadi cepat terkabul maka hukumnya syirik kecil. Karena orang yang menggunakan kedudukan orang lain di sisi Allah berarti menjadikan sebab tercapainya sesuatu yang pada hakekatnya itu bukan sebab. Pendek kata, tawassul ini termasuk kedustaan atas nama syari’at.
Namun, jika bertawassul dengan menyebut nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi maksudnya adalah untuk menunjukkan keimanannya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti ini dibolehkan. Karena ini termasuk bertawasul dengan amal shaleh yaitu beriman kepada nabi.
b) Tawassul dengan ruh orang shaleh, jin, dan malaikat
Tawassul jenis kedua ini adalah model tawassul yang dilakukan oleh orang-orang musyrik jahiliyah. Mereka meng-agung-kan berhala, kuburan, petilasan orang-orang shaleh karena mereka yakin bahwa ruh orang shaleh tersebut akan menyampaikan do’anya kepada Allah ta’ala. Bahkan bentuk tawassul semacam ini merupakan bentuk kesyirikan yang pertama kali muncul di muka bumi. Kesyirikan yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh ‘alaihi salam. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan awal terjadinya kesyirikan di saat beliau menafsirkan surat Al Baqarah ayat 213. Ibnu Abbas mengatakan, “Jarak antara Adam dan Nuh ada 10 abad. Semua manusia berada di atas syariat yang benar (syariat tauhid). Kemudian mereka berselisih (dalam aqidah). Akhirnya Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan.”
Ibnu Abbas juga memberi keterangan tentang nama-nama sesembahan kaum Nuh, Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nashr, Ibnu Abbas mengatakan, “Mereka adalah orang-orang shaleh di zaman Nuh. Ketika mereka mati, setan membisikkan kaum Nuh untuk memasang batu prasasti di tempat ibadahnya orang-orang shaleh tersebut dan diberi nama dengan nama mereka masing-masing. Kemudian mereka melaksanakannya namun batu itu belum disembah. Sampai ketika generasi ini (kelompok yang memasang batu) telah meninggal dan generasi berikutnya tidak tahu asal mula batu itu, akhirnya batu itu disembah.”
Demikian pula, kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin jahiliyah. Mereka meyakini bahwa Lata, Uzza, Manat, Hubal, malaikat, jin dan beberapa sesembahan lainnya adalah orang-orang shaleh yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah. Allah menceritakan jawaban mereka ketika didakwahi untuk meninggalkan perbuatan tersebut:
1. Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Mereka semua (ruh orang shaleh itu) adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)
2. Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Tidaklah kami beribadah kepada mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah lebih dekat lagi.” (QS. Az Zumar:3)
Artinya orang musyrik tersebut masih meyakini bahwa yang berkuasa mengabulkan do’a adalah Allah. Sedangkan orang-orang shaleh tersebut hanyalah sarana mereka untuk berdo’a.
Berdasarkan keterangan dari dua ayat di atas, ada satu hal penting yang perlu dicatat bahwasanya menjadikan ruh orang shaleh sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah termasuk di antara bentuk beribadah kepada selain Allah yang nilainya syirik besar dan menyebabkan pelakunya menjadi kafir.
Tanya Jawab
• Kita adalah orang kecil yang kedudukannya jauh dari Allah. Maka kita tidak layak meminta langsung kepada Allah. Sebagaimana rakyat ketika mau meminta raja maka selayaknya tidak langsung meminta namun melalui menterinya atau orang yang dekat dengan raja.
Jawab: Orang yang memiliki keyakinan semacam ini berarti menyamakan antara Allah yang Maha Pemurah dan Maha Mengetahui dengan seorang raja yang pelit dan buta dengan keadaan rakyatnya. Maha suci Allah terhadap sikap mereka yang melecehkan ke-Tinggi-an dan ke-Agung-an Allah.
• Manusia semacam kita banyak berlumuran dosa, maka tidak pantas meminta langsung kepada Allah. Namun selayaknya melalui perantara wali Allah baik dari kalangan Malaikat, jin, dan manusia.
Jawab: Pemahaman semacam inilah yang menyebabkan orang-orang jahiliyah tidak mau berdo’a langsung kepada Allah, tetapi melalui perantara ruh-ruh orang shaleh yang mereka wujudkan dalam bentuk prasasti. Bahkan mereka sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah dengan menggunakan sarana dari hasil yang haram. Di antara bukti hal ini adalah:
Pertama, sikap mereka ketika mau membangun ka’bah yang roboh akibat banjir. Kita kenal bahwa umumnya orang kafir Quraisy adalah para saudagar kaya. Namun hasil kekayaan mereka bercampur antara yang halal dan yang haram. Ketika mereka hendak merenovasi ka’bah mereka iuran dengan harta yang diyakini murni 100% halal. Karena harta yang halal itu terbatas maka dana yang terkumpul kurang. Sehingga mereka tidak bisa merampungkan bangunan ka’bah sebagaimana sedia kala. Masih ada bagian yang belum dibangun dan kemudian mereka tandai dengan Hijr (orang mengenalnya dengan hijr Ismail).
Kedua, orang jazirah arab yang bukan penduduk Mekah tidak mau thawaf di ka’bah dengan pakaian mereka yang sudah digunakan ketika melakukan maksiat. Mereka hanya bisa thawaf dengan pakaian asli dari penduduk mekah atau kalau tidak mereka harus thawaf sambil telanjang.
Meskipun demikian, Allah menilai sikap mereka ketika berdo’a dengan ber-tawassul melalui ruh orang shaleh sebagai bentuk kesyirikan. Mungkinkah kita namakan perbuatan ini bukan syirik? Ketentuan siapakah yang lebih baik, Allah ataukah kita? [Ammi Nur Baits]

Selengkapnya......

Sabtu, 26 November 2011

Menumbuhkan Rasa Takut Kepada Neraka

Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Neraka adalah tempat yang disediakan Allah SWT bagi orang-orang kafir, yakni orang-orang yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari Rasulullah SAW. Neraka merupakan wujud siksa Allah kepada musuh-musuh-Nya dan penjara bagi mereka yang berbuat dosa. Tempat ini adalah suatu kehinaan dan kerugian tiada taranya.

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ [آل عمران/192]
Ya Rabb kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau hinakan dia; tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun (QS. Ali Imran : 192)

وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ [آل عمران/131]
Dan peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir. (QS. Ali Imran : 131)
Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Sosok yang berdiri tegak menjaga api neraka adalah malaikat. Perawakannya besar. Ekspresi wajah dan suaranya amat garang. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tidak pernah durhaka kepada Rabb yang menciptakan diri mereka. Mereka senantiasa patuh terhadap semua perintah Rabbnya. Perhatikan gambaran mereka dalam ayat Al-Qur’an berikut ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ [التحريم/6]
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim : 6)

Jumlah malaikat penjaga neraka ada sembilan belas, seperti firman Allah SWT :

سَأُصْلِيهِ سَقَرَ (26) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ (27) لَا تُبْقِي وَلَا تَذَرُ (28) لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ (29) عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ (30) [المدثر/26-30]
Aku akan memasukkanya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, (neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia, di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (QS. Al-Muddatsir : 26-30)

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلَائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا [المدثر/31]
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu kecuali sebagai ujian bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Muddatsir : 31)

Api Neraka
Rasulullah SAW bersabda, “Apa kamu ini hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam.” Para shahabat mengatakan, “Yang ini pun sudah cukup berat panasnya.” Berkata Nabi, “Bahkan api neraka itu melebihi sebanyak enam puluh sembilan kali lipat panasnya api dunia.”

Di dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِىَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ
Api neraka Jahannam telah dinyalakan seribu tahun hingga menjadi merah. Kemudian dibakar lagi selama seribu tahun hingga menjadi putih. Kemudian dibakar seribu tahun lagi hingga menjadi legam, seperti malam yang gelap gulita. (HR. Tirmidzi)

Pintu Neraka
Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ (43) لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ (44) [الحجر/43، 44]
Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk gologan yang tertentu dari mereka. (QS. Al-Hijr : 43-44)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (19) عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ (20) [البلد/19، 20]
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang (pintunya) ditutup rapat. (QS. Al-Balad : 19-20)

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آَيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ (71) قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ (72) [الزمر/71، 72]
Orang-orang kafir dihalau ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah para penjaganya kepada mereka “Apakah belum pernah datang kepada kalian rasul-rasul diantaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Rabbmu dan mengingatkanmu akan pertemuan hari ini?” Mereka menjawab, “Benar telah datang.” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang kafir. Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah pintu-pintu neraka Jahanam itu, sedang kamu kekal di dalamnya.” Maka neraka Jahanam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyomobongkan diri. (QS. Az-Zumar : 71-72)

لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ [الحجر/44]
Neraka itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu darinya adalah bagian yang sudah ditentukan (QS. Al-Hijr : 44)

Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Orang-orang yang langgeng di dalam neraka adalah golongan kafir dan munafik. Hal tersebut ada dalam firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [البقرة/39]
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 39)

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [الأعراف/36]
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami serta menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-A’raf : 36)

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ [التوبة/63]
Tidakkah mereka, orang-orang munafik itu mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya , maka sesungguhnya neraka Jahanam baginya, mereka kekal di dalamnya. Itul adalah kehinaan yang besar. (QS. At-Taubah : 63)

ثُمَّ قِيلَ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ [يونس/52]
Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zalim (musyrik) itu “Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal, kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Yunus : 52)

إن أهون أهل النار عذابا من له نعلان وشراكان من نار يغلي منهما دماغه كما يغلي المرجل ما يرى أن أحدا أشد منه عذابا وإنه لأهونهم عذابا
Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihkan otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorang pun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dia adalah orang yang mendapatkan siksaan paling ringan. (HR. Muslim)

Ada diantara mereka yang dimakan api sampai ke mata kaki, ada yang dimakan sampai pinggangnya, dan ada pula yang dimakan sampai ke tenggorokannya.

عن أنس بن مالك قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : يا أيها الناس ابكوا فإن لم تبكوا فتباكوا فإن أهل النار يبكون في النار حتى تسيل دموعهم في وجوههم كأنها جداول حتى تنقطع الدموع فتسيل - يعني الدماء - فتقرح العيون فلو أن سفنا ارخيت فيها لجرت
Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sekalian, menangislah! Jika tidak dapat menangis, maka paksakan dirimu untuk menangis! Karena sesungguhnya ahli neraka itu akan terus menangis hingga air matanya mengalir di pipi masing-masing laksana aliran sungai, hingga air mata itu mengering. Setelah itu, mengalirlah darah hingga matanya pun pecah-belah. Seandainya perahu-perahu diletakkan di aliran itu, niscaya berlayarlah ia.” (HR. Abu Ya’la Al-Mushili dan Abdullah bin Mubarak dalam musnad masing-masing)

Mudah-mudahan kita semua dibebaskan oleh Allah SWT dari azab neraka. Amin, yaa mujiibas saa’iliin. [sumber: Buku Seri Taujih Pekanan jilid II]

Selengkapnya......

Senin, 14 November 2011

Sampeyan Muslim...?????

Pengakuan sebagai Muslim bukanlan klaim terhadap pewarisan,bukan klaim terhadap suatu identitas,juga bukan klaim terhadap suatu penampilan lahir,nelainkan pengakuan untuk menjadi penganut Islam berkomitmen kepada islam dan beradaptasi terhadap islam dalam setiapaspek kehidupan
Seseorang yang telah mengaku sabagai seorang muslim atau beragama islam maka dia harus mengislamkam semua yang ada pada dirinya yang meliputi beberapa aspek antara lain;

1. Harus mengislamkan Aqidahnya,Artinya aqidah seorang muslim harus bersih dari syirik dan mengesakan Allah sebagai satu satu dzat yang hak untuk disembah dan di ibadahi

2. Harus mengislamkan Ibadahnya,Artinya seorang muslim dalam menjalankan ibadah harus sesuai dengan ibadah ibadah yang telah dicontohkan oleh Rosulullah.Tidak boleh menambah atau mengurangi apalagi membuat buat sendiri ibadah yang baru ,karena semua ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rosulullah itu akan tertolak dihadapan Allah ta’ala sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah dalam hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

3. Harus mengislamkan Akhlaqnya,Artinya seorang muslim dalam hidup ditengah tengah masyarakat,berinteraksi dengan mereka harus berpatokan pada perilaku atau akhlaq yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dalam sunnah sunnah beliau.Diantara akhlaq yang beliau contohkan antara lain:
  • Bersikap Wara’(hati hati) terhadap Syubhat
  • Menahan Pandangan (Ghadhul Bashar)
  • Menjaga Lidah
  • Malu (Haya’)
  • Pemaaf dan Sabar
  • Jujur
  • Rendah Hati
  • Menjauhi Prasangka,Ghibah dan mencari cela sesama muslim
  • Dermawan dan pemurah
  • Menjadi teladan yang baik
4. Harus mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangganya.
Keluarga adalah masyarakat terkecil dari seorang muslim maka dia harus pula menata dan mengaturnya dengan aturan aturan islam

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan

Selengkapnya......

Jumat, 04 November 2011

Manusia & Angan Angan

Allah ta’ala menciptakan manusia dengan begitu sempurnanya tidak ada sesuatu pun yang luput,tidak diberikan Allah kepada manusia,diantaranya Allah menyertakan kepada manusia Nafsu dan Angan Angan.

Angan angan yang ada pada diri manusia itu membuat manusia berkembang,berinovasi dan terus berpikir untuk memenuhi apa yang menjadi angan angan mereka,tanpa angan angan maka manusia akan statis diam ditempat dan tidak berkembang
Angan angan itu ibarat binatang yang ketika tidak dikendalikan maka ia akan menjadi liar,ia akan berangan angan yang melampaui batas manusia,ia akan berangan yang muluk muluk sehingga akan menyeret pemiliknya pada kebinasaan dikarenakan menuruti apa yang menjadi keinginannya.
Rosulullah pernah mengingatkan pada umatnya tentang hal ini sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan ibnu adi
“Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas umatku adalah nafsu dan angan angan yang muluk muluk.Nafsu dapat menyesatkan dari kebenaran,sedangkan angan angan yang muluk muluk dapat melupakan Akhirat”

Dari Al-Hasan dia berkata,Rosulullah bertanya kepada para sahabat,”Apakah setiap orang diantara kalian ingin masuk surga?”
Mereka menjawab,”Benar wahai Rosulullah”
Beliau bersabda,”Pendekkanlah Angan angan,buatlah ajal kalian ada didepan mata kalian dan malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya malu” (diriwayatkan Ibnu abi dunya)

Ketahuilah munculnya angan angan yang muluk muluk itu ada dua hal:
1. Cinta kepada dunia.Jika manusia sudah menyatu dengan dunia,kenikmatan dan belenggunya maka hatinya akan merasa berat untuk berpisah dengan dunia,sehingga didalam hatinya tidak terlintas pikiran tentang mati,padahal kematianlah yang akan memisahkannya dengan dunia.sehingga pikirannya hanya terpusat pada hal hal itu sehingga lalai mengingat mati dan tidak membayangkan kedekatan kematiannya,angan angannya akan terus membumbung tinggi karena dia lupa bahwa dia akan mati dan berpisah dengan semua yang ada di dunia ini.
2. Kebodohan.Seorang yang masih muda menganggap bahwa kematian masih lama menghampirinya karena dia masih muda.Dia tertipu dengan kesehatannya dan tidak tahu bahwa kematian bisa mendatanginya secara tiba tiba,sekalipun dia mengangga kematian masih lama bisa saja dia tertimpa penyakit secara tiba tiba yang membuat kematian menjadi dekat dengannya.
Andai dia mau berfikir dan menyadari bahwa kematian itu tidak mempunyai waktu yang pasti siang atau malam,tidak terikat dengan umur tertentu muda atau tua,maka dia akan mengganggap serius urusan kematian ini dan akan bersiap siap untuk menyongsongnya,dan dia akan mengendalikan semua angan angan tentang kehidupan dunia yang terlalu berlebihan.

Selengkapnya......

Kamis, 06 Oktober 2011

Jagalah Hati...!!!!!!!!!

Oleh Abu Luqman
Hati adalah sesuatu yang paling mulia yang dikaruniakan allah pada manusia,dengan hati inilah manusia terdorong untuk berbuat bertindak dan berusaha,dan dengan hati inilah manusia mengetahui tentang penciptanya yaitu Allah ta’ala.
Hati inilah yang merupakan barometer pada diri manusia karena ia ibarat raja pada diri manusia jika hati ini baik maka baiklah seluruh jasad manusia itu,akan tetapi jika hati ini buruk maka buruk juga seluruh tubuh manusia sebagaimana yang disampaikan oleh Rosulullah dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري ومسلم] 

Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Pintu yang dilalui iblis untuk masuk kedalam hati manusia

Hati sesuai dengan fitrahnya siap menerima hidayah dan apapun yang disodorkan padanya,berupa nafsu dan syahwat atau cenderung kepadanya.
Pergumulan di dalam hati antara prajurit malaikat dan prajurit setan akan senantiasa berkecamuk sampai hati membuka pintu untuk salah satu dari keduanya dan bersemayam didalamnya.
Iblis yang dari awal penciptaan adam sudah tidak suka dan berusaha untuk menjerumuskan manusia terus berupaya untuk bisa masuk kedalam hati manusia dan bertempat tinggal disana,jika iblis telah berhasil masuk dan bersemayam kedalam hati manusia maka dengan mudah mereka akan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
Perumpamaan hati manusia ibarat benteng,sedangkan setan adalah musuh yang hendak masuk kedalamnya dan menguasai benteng tersebut.Benteng tidak akan terlindungi kecuali dengan menjaga pintu pintunya,orang yang tidak mengetahui pintu pintu itu maka dia tidak akan bisa menjaganya.Jadi orang tidak akan bisa mengusir setan dari dalam hatinya kecuali dia mengetahui pintu pintu masuknya setan kedalam hati manusia.
Pintu pintu itu adalah sifat manusia yang diantaranya:

1. Iri,dengki dan ambisi,selagi manusia berambisi terhadap sesuatu maka ambisi itu membuatnya buta dan tuli,menutupi cahaya peneglihatannya yang sebenarnya dia mengetahui pintu masuk yang dilalui setan.

2. Amarah,syahwat dan keras hati.Amarah merupakan bencana bagi akal,jika pasukan akal telah melemah maka saat itu setan leluasa melancarkan serangannya,lalu mempermainkan manusia.Diriwayatkanbahwa iblis pernah berkata”jika manusia keras hati maka kami bisa membaliknya seperti anak kecil yang membalik bola”

3. Kenyang.Karena perut yang kenyang bisa menguatkan syhwatnya dan mengabaikan ketaatan

4. Tamak terhadap orang lain,Jika seseorang tamak terhadap orang lain maka dia alan memuji muji tidak secara proposional,mencari muka didepannya,tidak menyuruhnya pada yang ma’ruf dan mencegahnya dari yang munkar

5. Cinta harta,Selagi cinta harta itu masih bersemayam dalam hati,tentu akan merusaknya,lalu mendorongnya untuk mencari harta dengan cara yang tidak layak,membawanya kepada sifat kikir,takut miskin dan mencegahnya mengeluarkan hak yang diwajibkan.

6. Terburu buru dan tidak berhati hati dan tidak memiliki keteguhan hati.
7. Dan masih banyak lagi….

Inilah sejumlah pintu masuk bagi setan kedalam hati manusia,jalan pemecahannya adalah dengan menutup pintu pintu tersebut dengan cara membersihkan hati dari sifat sifat tercela
Perumpamaan setan adalah seperti anjing yang kelaparan yang didekati,jika di tanganmu tidak ada daging atau roti maka dia akan menyingkir jika engkau menghalaunya,akan tetapi jika ditanganmu ada daging atau roti padahal dia sedang kelaparan maka dia tidak akan menyingkir jika engkau menghalaunya hanya dengan kata kata.
Begitu pula hati yang kosong dari santapan setan maka dia akan menyingkir hanya dengan dzikir saja.




Selengkapnya......