Marhaban Yaa Ramadhan……………..
Sebentar lagi bulan yang mulia dan dimuliakan Allah ta’ala akan menjumpai kita,Syahrur mubarok……..Bulan Ramadhan.
Menjelang datangnya bulan Ramadhan pasti muncul permasalahan klasik yang selalu dan selalu menjadi bahan perbincangan bahkan tidak jarang menjadi pemicu perpecahan antara kaum muslimin yaitu tentang penetapan Awal Ramadhan dan Syawal.
Menurut kitab kitab fiqih penetapan Awal Ramadhan dan Syawal di tentukan berdasarkan dua cara
- Dengan melihat bulan (ru`yatul hilal).
Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. - (Ikmal) Menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari
Tetapi bila bulan sabit awal Ramadhan sama sekali tidak terlihat, maka umur bulan Sya`ban ditetapkan menjadi 30 hari (ikmal) dan puasa Ramadhan baru dilaksanakan lusanya.
Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini didasari atas perintah Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Abu Hurairah ra. : Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan, bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari.(HR. Bukhari dan Muslim).
Tetapi belakangan ini muncul metode baru dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal yaitu dengan metode Hisab atau penghitungan ilmu falaq.,Metode ini menurut para ulama adalah termasuk cara yang masyru` karena tidak ada dalil serta isyarat dari Rasulullah SAW untuk menggunakannya. Ini berbeda dengan penentuan waktu shalat dimana Rasulullah SAW tidak memberi perintah secara khusus untuk melihat bayangan matahari atau terbenamnya atau terbitnya atau ada tidaknya mega merah dan seterusnya. Karena tidak ada perintah khusus untuk melakukan rukyat, sehingga penggunaan hisab khusus untuk menetapkan waktu-waktu shalat tidak terlarang dan bisa dibenarkan.Realita yang ada di masyarakat kita kalangan yang menggunakan metode ini ternyata cukup besar bahkan mungkin termasuk di lingkungan kita tinggal,lallu bagaimanakan sikap kita?
Ini yang harus mendapatkan penyikapan yang bijak jangan sampai hal itu menjadi pemicu perpecahan di kalangan kaum muslimin
Saudaraku perlu diketahui bahwa puasa,idul fitri dan idul adha adalah ibadah jama’i sebagaimana di sabdakan oleh rosulullah dalam hadist yang di shahihkan oleh para ulama
„Shaumlah kalian dihari jama’ah kaum muslimin shoum,dan bukalah(iedlah) kalian di hari jama’ah kaum muslimin ied,...“
Apabila ada seorang yang melihat hilal lalu kesaksiannya ditolak oleh penguasa(Qodhi) kaum muslimin,apakah dia puasa sendiri atau puasa bersama jama’ah?
Menurut pendapat jumhur ulama dan pendapat ini yang di rajihkan oleh Syikhul islam Ibnu Taimiyah bahwa dia puasa bersama kaum muslimin,karena berdasar hadist diatas bahwa puasa itu merupakan ibadah jama’i jadi harus dilaksanakan bersama jama’ah kaum muslimin.......Wallahu’alam
(Maroji’ : Fiqih Sunnah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar