Selasa, 13 Desember 2011

Bermuhasabah, Sebelum Hari Penghisaban

oleh: Ali Akbar Bin Agil

ALKISAH, suatu hari Atha As-Salami, seorang Tabi`in bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, “Ya, Atha sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya.”

Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, “Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dengan harga yang pas.” Tawaran itu dijawabnya, “Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya, ketahuilah sesungguhnya yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya ternyata ada cacatnya.

“Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.”

Pelajaran penting dari kisah di atas adalah usaha seorang Atha` yang jeli melakukan introspeksi diri, menyadari kelemahan, dan kekurangannya. Seiring akan datangnya Tahun Baru Islam 1433 H, kita pun perlu melakukan evaluasi: sudah sejauh mana amal, ilmu, dan akhlak kita selama ini. Perasaan puas dengan apa yang telah kita kerjakan harus kita kubur dalam-dalam, sebab masih masih banyak ‘PR’ yang perlu dituntaskan.

Perputaran roda waktu meniscayakan bagi setiap manusia, lebih-lebih seorang mukmin untuk melakukan Muhasabah. Muhasabah bisa berarti melakukan introspeksi diri, evaluasi, atau koreksi atas kinerja selama ini.

Muhasabah merupakan solusi tepat untuk menyadari dan merenungi segala kebajikan maupun kebijakan bahkan kefasikan yang mungkin menyelimuti semasa hidup di tahun sebelumnya sehingga kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilan dan kegagalan yang kita tunai.

Dalam al-Quran Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bertakwa yang dirangkai dengan persiapan menyongsong hari akhir: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr: 18)

Secara jelas, ayat ini menyuruh setiap mukmin untuk memperhatikan nasibnya di akhirat kelak. Bekal apa yang telah kita siapkan agar selamat di alam yang baru itu?

Imam Turmudzi meriwayatkan hadits yang berbunyi: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt.” (HR. Imam Turmudzi)

Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Tuhan-nya.

Imam Turmudzi meriwayatkan ucapan Sayidina Umar bin Khaththab yaitu: “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari `aradh akbar (yaumul hisab). Hisab itu hanya akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.”

Sahabat Umar memahami benar urgensi dari muhasabah ini. Pada kalimat terakhir dari ungkapan di atas, beliau mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di hari akhir kelak. Beliau paham betul bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

Oleh karena itu, ketika kita menyinggung muhasabah, maka di dalamnya ada tiga bentuk atau tiga fase muhasabah.

Pertama, muhasabah sebelum berbuat. Muhasabah pada keadaan pertama ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah perbuatan yang hendak kita lakukan bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun diri orang lain. Berpikir jernih dan cerdas sebelum berbuat merupakan langkah seorang besar yang memiliki visi yang jauh ke depan. Ia bisa menimbang baik-buruk, positif-negatifnya suatu pekerjaan yang hendak ia lakoni.

Kedua, muhasabah saat melaksanakan sesuatu. Fase kedua yang perlu didaki oleh kita setelah bermuhasabah sebelum berbuat adalah melakukan introspeksi ulang di tengah perbuatan yang sedang kita jalani. Tujuannya tidak lain adalah mengontrol dan mengendalikan diri agar tidak menyimpang. Layaknya kita sebagai manusia, mungkin kita baik di awal, namun tak menjamin kita tetap berada di jalan yang semestinya manakala kita tengah dalam proses mengerjakan sesuatu. Hal ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan sesuatu atau menghentikannya sama sekali.

Ketiga, muhasabah setelah melakukan suatu perbuatan. Pada fase ini, muhasabah berfungsi sebagai alat penemu kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan yang terselip di dalam melakukan sesuatu. Tujuannya jelas, kesalahan yang terjadi tidak boleh terjadi pada masa mendatang.

Ketika kita selalu memperhatikan modal, memperhitungkan keuntungan dan kerugian, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Insya Allah kita termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisaban, yaitu hari kiamat.*

Red: Cholis Akbar

Selengkapnya......

Senin, 12 Desember 2011

Tawassul yang Dibolehkan dan yang Terlarang

Oleh: Ammi Nur Baits
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Yang membolak balikkan hati manusia, Raja yang menguasai segalanya. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan siapa yang disesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya…
Tawassul dalam tinjauan bahasa dan Al Qur’an
At tawassul secara bahasa artinya mendekatkan diri dengan sesuatu amal (Al Misbahul Munir, 2/660). Bisa juga dimaknai dengan berharap (ar raghbah) dan butuh (Lihat Al Mufradat fi ghoribil Qur’an, 523). Terkadang juga dimaknai dengan “tempat yang tinggi”. Sebagaimana terdapat dalam lafadz do’a setelah adzan: “Aati Muhammadanil wasilata…”. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa makna “Al Wasilah” pada do’a di atas adalah satu kedudukan di surga yang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.
Ringkasnya, tawassul secara bahasa memiliki empat makna: mendekatkan diri, berharap, butuh, dan kedudukan yang tinggi.
Dalam Al Qur’an, kata “Al Wasilah” terdapat di dua tempat:
[Pertama] di surat Al Maidah ayat 35, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah “Al Wasilah” kepadaNya dan berjuanglah di jalanNya agar kalian beruntung.”
[Kedua] di surat Al Isra’ ayat 57, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari “Al Wasilah” kepada Rabb mereka, siapakah diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)….”
Dua ayat di atas, terutama surat Al Maidah ayat 35, sering digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai dalil untuk melakukan tawassul yang terlarang. Penyebabnya adalah kesalahpahaman dalam menafsirkan kalimat: “Carilah Al Wasilah kepada-Nya..” Untuk itu, sebelum membahas masalah ini lebih lanjut, akan dibahas tafsir kalimat tersebut dengan merujuk beberapa pendapat para ahli tafsir dalam rangka meluruskan pemahaman tentang kalimat di atas.
Tafsir para ulama tentang makna Al wasilah pada surat Al Maidah ayat 35:
1. Al Jalalain, “carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, maknanya: “carilah amal ketaatan yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah.” (Tafsir Jalalain surat Al Maidah: 35)
2. Ibnu Katsir menukil tafsir dari Qatadah, “Carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, tafsirnya: “mendekatkan diri kepadanya dengan melakukan ketaatan dan amal yang Dia ridhai.”
Ibnu Katsir juga menukil tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Abu Wail, Al Hasan Al Bashri, Qotadah, dan As-Sudi, bahwa yang dimaksud “Carilah Al Wasilah…” adalah mendekatkan diri. (Tafsir Ibn Katsir surat Al Maidah ayat 35)
3. Ibnul Jauzi menyebutkan di antara tafsir yang lain untuk kalimat, “Carilah al Wasilah kepadaNya..” adalah carilah kecintaan dariNya. (Zaadul Masir, surat Al Maidah ayat 35).
4. Sementara Al Baidhawi mengatakan bahwa yang dimaksud: “carilah al wasilah kepadaNya…” adalah mencari sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri pada pahala yang Allah berikan dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.” (Tafsir Al Baidhawi “Anwarut Tanzil” untuk ayat di atas).
Mengingat keterbatasan tempat, hanya bisa dinukilkan beberapa pendapat dari kitab tafsir. Di samping itu, hampir semua ahli tafsir menyampaikan pendapat yang sama dengan empat kitab tafsir di atas ketika menafsirkan ayat tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tafsir yang benar untuk firman Allah: “Carilah al wasilah kepadaNya…” adalah melakukan segala bentuk ketaatan yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah dan menjauhi segala perbuatan maksiat yang bisa menjauhkan diri kita kepada Allah.
Oleh karena itu, sangat tidak benar jika ayat ini dijadikan dalil untuk melakukan tawassul yang tidak disyari’atkan atau tawassul bid’ah. Lebih-lebih jika tawassul tersebut mengandung kesyirikan. Karena kita menyadari bahwa dua perbuatan di atas, nilainya adalah kemaksiatan kepada Allah. Maka siapa yang melakukan tawassul dengan tawassul bid’ah atau tawassul yang mengandung kesyirikan justru dia akan semakin jauh dari Allah. Bukannya dia semakin dicintai Allah tetapi malah justru mendatangkan murka Allah.
Tawassul yang disyari’atkan
Berdasarkan penjelasan tentang pengertian tawassul di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap ketaatan dan sikap merendahkan diri di hadapan Allah dapat dijadikan sebagai bentuk tawassul. Namun di sana ada beberapa amal khusus yang disebutkan dalam dalil untuk dijadikan sebagai bentak bertawassul kepada Allah, di antaranya:
1) Melalui asmaul husna
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya …” (QS. Al A’raf: 180)
Berdasarkan ayat tersebut, dianjurkan bagi setiap yang hendak berdo’a untuk memuji Allah terlebih dahulu dengan menyebut nama-namaNya yang mulia dan disesuaikan dengan isi do’a. Misalnya do’a minta ampunan dan rahmat, maka dianjurkan untuk menyebut nama Allah: Al Ghafur Ar Rahiim.
2) Membaca shalawat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua do’a tertutupi (tidak bisa naik ke langit) sampai dibacakan shalawat untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At Thabrani dalam Al Ausath dan dihasankan Al Albani)
3) Memilih waktu dan tempat mustajab
Ada beberapa waktu yang mustajab untuk berdo’a, di antaranya:
• Waktu antara adzan dan iqamah, berdasarkan hadits, “Do’a di antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdo’alah.” (HR. At Tirmidzi dan dishahihkan Al Albani)
• Di akhir shalat fardhu sebelum salam, berdasarkan riwayat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Kapankah do’a seseorang itu paling didengar?” Beliau menjawab, “Tengah malam dan akhir shalat fardhu.” (HR. At Tirmidzi dan dihasankan Al Albani). Yang dimaksud “akhir shalat fardlu” adalah setelah tasyahud sebelum salam.
• Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar, berdasarkan hadits, “Hari jum’at itu ada 12 jam. Di antaranya ada satu waktu yang jika seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah pada waktu tersebut pasti Allah beri. Cari waktu itu di akhir hari setelah ashar.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al Hakim dengan disetujui Ad Dzahabi)
Demikian sekelumit penjelasan tentang kesempatan yang baik untuk berdo’a. Masih terlalu banyak keterangan tentang waktu dan tempat yang mustajab untuk berdo’a yang tidak bisa dipaparkan pada kesempatan ini.
4) Meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya
Karena keshalehan dan kedudukan manusia itu bertingkat-tingkat. Sehingga peluang terkabulkannya do’a seseorang juga bertingkat-tingkat sebanding dengan kedekatannya kepada Allah. Oleh karena itu, ada beberapa sahabat yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akannya. Namun ada beberapa hal yang perlu untuk diingat terkait dengan meminta orang lain agar mendo’akannya:
• Hendaknya tidak dijadikan kebiasaan. Atau bahkan dijadikan sebagai ucapan latah ketika ketemu setiap orang. Sering dijumpai ada orang yang setiap ketemu orang lain pasti minta agar dido’akan. Bahkan yang lebih baik dalam hal ini adalah berusaha untuk berdo’a sendiri dan tidak menggantungkan diri dengan meminta orang lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakr As Siddiq radhiallahu ‘anhu yang tidak meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akan dirinya.
• Do’a yang diminta bukan murni masalah dunia dan untuk kepentingan pribadinya. Semacam lulus tes, banyak rizqi, dan semacamnya. Jika do’a itu untuk kepentingan pribadinya maka selayaknya yang diminta adalah akhirat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat dengan meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dirinya dimasukkan ke dalam surga. Atau, jika do’a itu isinya kepentingan dunia, maka selayaknya bukan untuk kepentingan pribadinya namun untuk kepentingan umum, semacam meminta hujan atau keamanan kampung.
5) Amal shaleh
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar seorang da’i yang mengajak untuk beriman kepada Engkau lalu kami beriman…” (QS. Ali Imran: 193).
Pada ayat di atas Allah mengajarkan salah satu cara bertawassul ketika berdo’a, dengan menyebutkan amal shalih yang paling besar nilainya, yaitu memenuhi panggilan dakwah seorang nabi untuk beriman kepada Allah.
Masih banyak bentuk-bentuk tawasul lainnya yang disyari’atkan, namun mengingat keterbatasan tempat tidak bisa disebutkan. Secara ringkas, tawassul yang disyariatkan dapat dikelompokkan menjadi tiga:
• Tawassul dengan memuji Allah sambil menyebut asma’ul husna
• Tawassul dengan meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya
• Tawassul dengan amal shaleh. Membaca shalawat, memilih waktu yang mustajab, dan semacamnya tercakup dalam amal shaleh.
Tawassul yang terlarang
Tawassul yang terlarang adalah menggunakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at. Tawassul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi dua macam:
a) Bertawassul dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syariat.
Tawassul jenis ini adalah tawassul yang terlarang, bahkan terkadang menyebabkan timbulnya perbuatan syirik. Misalnya seseorang bertawassul dengan kedudukan (jaah) Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau kedudukan orang-orang shaleh di sisi Allah. Karena tawassul semacam ini berarti telah menetapkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak ada dasarnya dalam syariat. Karena kedudukan siapa pun di sisi Allah itu tidak mempengaruhi terkabulnya doa orang lain yang menggunakannya sebagai sarana tawassul. Kedudukan hanya bermanfaat bagi pemiliknya bukan orang lain. Kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam di sisi Allah hanya bermanfaat bagi do’a beliau saja dan bukan do’a orang lain. Maka do’a kita tidaklah menjadi cepat terkabul hanya gara-gara kita menyebut kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau orang shaleh.
Di antara bentuk tawassul semacam ini adalah tawassul yang dilakukan sebagian kaum muslimin pada saat membaca shalawat Badr. Dalam shalawat ini terdapat kalimat, yang artinya: “Kami bertawasul dengan sang pemberi petunjuk, Rasulullah dan setiap orang yang berjihad di jalan Allah, yaitu pasukan perang badar.”
Para ulama menjelaskan bahwa tawassul model semacam ini memiliki dua hukum:
[Pertama] Hukumnya bid’ah, karena tawassul termasuk salah satu bentuk ibadah. Sementara bentuk tawassul dengan cara ini belum pernah dipraktekkan di zaman Nabi ‘alaihis shalatu wa sallam dan para sahabat.
[Kedua] Jika diyakini dengan menggunakan tawassul jenis ini menyebabkan do’anya menjadi cepat terkabul maka hukumnya syirik kecil. Karena orang yang menggunakan kedudukan orang lain di sisi Allah berarti menjadikan sebab tercapainya sesuatu yang pada hakekatnya itu bukan sebab. Pendek kata, tawassul ini termasuk kedustaan atas nama syari’at.
Namun, jika bertawassul dengan menyebut nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi maksudnya adalah untuk menunjukkan keimanannya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti ini dibolehkan. Karena ini termasuk bertawasul dengan amal shaleh yaitu beriman kepada nabi.
b) Tawassul dengan ruh orang shaleh, jin, dan malaikat
Tawassul jenis kedua ini adalah model tawassul yang dilakukan oleh orang-orang musyrik jahiliyah. Mereka meng-agung-kan berhala, kuburan, petilasan orang-orang shaleh karena mereka yakin bahwa ruh orang shaleh tersebut akan menyampaikan do’anya kepada Allah ta’ala. Bahkan bentuk tawassul semacam ini merupakan bentuk kesyirikan yang pertama kali muncul di muka bumi. Kesyirikan yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh ‘alaihi salam. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan awal terjadinya kesyirikan di saat beliau menafsirkan surat Al Baqarah ayat 213. Ibnu Abbas mengatakan, “Jarak antara Adam dan Nuh ada 10 abad. Semua manusia berada di atas syariat yang benar (syariat tauhid). Kemudian mereka berselisih (dalam aqidah). Akhirnya Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan.”
Ibnu Abbas juga memberi keterangan tentang nama-nama sesembahan kaum Nuh, Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nashr, Ibnu Abbas mengatakan, “Mereka adalah orang-orang shaleh di zaman Nuh. Ketika mereka mati, setan membisikkan kaum Nuh untuk memasang batu prasasti di tempat ibadahnya orang-orang shaleh tersebut dan diberi nama dengan nama mereka masing-masing. Kemudian mereka melaksanakannya namun batu itu belum disembah. Sampai ketika generasi ini (kelompok yang memasang batu) telah meninggal dan generasi berikutnya tidak tahu asal mula batu itu, akhirnya batu itu disembah.”
Demikian pula, kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin jahiliyah. Mereka meyakini bahwa Lata, Uzza, Manat, Hubal, malaikat, jin dan beberapa sesembahan lainnya adalah orang-orang shaleh yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah. Allah menceritakan jawaban mereka ketika didakwahi untuk meninggalkan perbuatan tersebut:
1. Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Mereka semua (ruh orang shaleh itu) adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)
2. Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Tidaklah kami beribadah kepada mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah lebih dekat lagi.” (QS. Az Zumar:3)
Artinya orang musyrik tersebut masih meyakini bahwa yang berkuasa mengabulkan do’a adalah Allah. Sedangkan orang-orang shaleh tersebut hanyalah sarana mereka untuk berdo’a.
Berdasarkan keterangan dari dua ayat di atas, ada satu hal penting yang perlu dicatat bahwasanya menjadikan ruh orang shaleh sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah termasuk di antara bentuk beribadah kepada selain Allah yang nilainya syirik besar dan menyebabkan pelakunya menjadi kafir.
Tanya Jawab
• Kita adalah orang kecil yang kedudukannya jauh dari Allah. Maka kita tidak layak meminta langsung kepada Allah. Sebagaimana rakyat ketika mau meminta raja maka selayaknya tidak langsung meminta namun melalui menterinya atau orang yang dekat dengan raja.
Jawab: Orang yang memiliki keyakinan semacam ini berarti menyamakan antara Allah yang Maha Pemurah dan Maha Mengetahui dengan seorang raja yang pelit dan buta dengan keadaan rakyatnya. Maha suci Allah terhadap sikap mereka yang melecehkan ke-Tinggi-an dan ke-Agung-an Allah.
• Manusia semacam kita banyak berlumuran dosa, maka tidak pantas meminta langsung kepada Allah. Namun selayaknya melalui perantara wali Allah baik dari kalangan Malaikat, jin, dan manusia.
Jawab: Pemahaman semacam inilah yang menyebabkan orang-orang jahiliyah tidak mau berdo’a langsung kepada Allah, tetapi melalui perantara ruh-ruh orang shaleh yang mereka wujudkan dalam bentuk prasasti. Bahkan mereka sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah dengan menggunakan sarana dari hasil yang haram. Di antara bukti hal ini adalah:
Pertama, sikap mereka ketika mau membangun ka’bah yang roboh akibat banjir. Kita kenal bahwa umumnya orang kafir Quraisy adalah para saudagar kaya. Namun hasil kekayaan mereka bercampur antara yang halal dan yang haram. Ketika mereka hendak merenovasi ka’bah mereka iuran dengan harta yang diyakini murni 100% halal. Karena harta yang halal itu terbatas maka dana yang terkumpul kurang. Sehingga mereka tidak bisa merampungkan bangunan ka’bah sebagaimana sedia kala. Masih ada bagian yang belum dibangun dan kemudian mereka tandai dengan Hijr (orang mengenalnya dengan hijr Ismail).
Kedua, orang jazirah arab yang bukan penduduk Mekah tidak mau thawaf di ka’bah dengan pakaian mereka yang sudah digunakan ketika melakukan maksiat. Mereka hanya bisa thawaf dengan pakaian asli dari penduduk mekah atau kalau tidak mereka harus thawaf sambil telanjang.
Meskipun demikian, Allah menilai sikap mereka ketika berdo’a dengan ber-tawassul melalui ruh orang shaleh sebagai bentuk kesyirikan. Mungkinkah kita namakan perbuatan ini bukan syirik? Ketentuan siapakah yang lebih baik, Allah ataukah kita? [Ammi Nur Baits]

Selengkapnya......

Sabtu, 26 November 2011

Menumbuhkan Rasa Takut Kepada Neraka

Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Neraka adalah tempat yang disediakan Allah SWT bagi orang-orang kafir, yakni orang-orang yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari Rasulullah SAW. Neraka merupakan wujud siksa Allah kepada musuh-musuh-Nya dan penjara bagi mereka yang berbuat dosa. Tempat ini adalah suatu kehinaan dan kerugian tiada taranya.

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ [آل عمران/192]
Ya Rabb kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau hinakan dia; tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun (QS. Ali Imran : 192)

وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ [آل عمران/131]
Dan peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir. (QS. Ali Imran : 131)
Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Sosok yang berdiri tegak menjaga api neraka adalah malaikat. Perawakannya besar. Ekspresi wajah dan suaranya amat garang. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tidak pernah durhaka kepada Rabb yang menciptakan diri mereka. Mereka senantiasa patuh terhadap semua perintah Rabbnya. Perhatikan gambaran mereka dalam ayat Al-Qur’an berikut ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ [التحريم/6]
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim : 6)

Jumlah malaikat penjaga neraka ada sembilan belas, seperti firman Allah SWT :

سَأُصْلِيهِ سَقَرَ (26) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ (27) لَا تُبْقِي وَلَا تَذَرُ (28) لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ (29) عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ (30) [المدثر/26-30]
Aku akan memasukkanya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, (neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia, di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (QS. Al-Muddatsir : 26-30)

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلَائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا [المدثر/31]
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu kecuali sebagai ujian bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Muddatsir : 31)

Api Neraka
Rasulullah SAW bersabda, “Apa kamu ini hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam.” Para shahabat mengatakan, “Yang ini pun sudah cukup berat panasnya.” Berkata Nabi, “Bahkan api neraka itu melebihi sebanyak enam puluh sembilan kali lipat panasnya api dunia.”

Di dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِىَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ
Api neraka Jahannam telah dinyalakan seribu tahun hingga menjadi merah. Kemudian dibakar lagi selama seribu tahun hingga menjadi putih. Kemudian dibakar seribu tahun lagi hingga menjadi legam, seperti malam yang gelap gulita. (HR. Tirmidzi)

Pintu Neraka
Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ (43) لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ (44) [الحجر/43، 44]
Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk gologan yang tertentu dari mereka. (QS. Al-Hijr : 43-44)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (19) عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ (20) [البلد/19، 20]
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang (pintunya) ditutup rapat. (QS. Al-Balad : 19-20)

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آَيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ (71) قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ (72) [الزمر/71، 72]
Orang-orang kafir dihalau ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah para penjaganya kepada mereka “Apakah belum pernah datang kepada kalian rasul-rasul diantaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Rabbmu dan mengingatkanmu akan pertemuan hari ini?” Mereka menjawab, “Benar telah datang.” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang kafir. Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah pintu-pintu neraka Jahanam itu, sedang kamu kekal di dalamnya.” Maka neraka Jahanam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyomobongkan diri. (QS. Az-Zumar : 71-72)

لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ [الحجر/44]
Neraka itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu darinya adalah bagian yang sudah ditentukan (QS. Al-Hijr : 44)

Ikhwani wa akhwati hafidzhakumullah…
Orang-orang yang langgeng di dalam neraka adalah golongan kafir dan munafik. Hal tersebut ada dalam firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [البقرة/39]
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 39)

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [الأعراف/36]
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami serta menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-A’raf : 36)

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ [التوبة/63]
Tidakkah mereka, orang-orang munafik itu mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya , maka sesungguhnya neraka Jahanam baginya, mereka kekal di dalamnya. Itul adalah kehinaan yang besar. (QS. At-Taubah : 63)

ثُمَّ قِيلَ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ [يونس/52]
Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zalim (musyrik) itu “Rasakanlah olehmu siksaan yang kekal, kamu tidak diberi balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Yunus : 52)

إن أهون أهل النار عذابا من له نعلان وشراكان من نار يغلي منهما دماغه كما يغلي المرجل ما يرى أن أحدا أشد منه عذابا وإنه لأهونهم عذابا
Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihkan otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorang pun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dia adalah orang yang mendapatkan siksaan paling ringan. (HR. Muslim)

Ada diantara mereka yang dimakan api sampai ke mata kaki, ada yang dimakan sampai pinggangnya, dan ada pula yang dimakan sampai ke tenggorokannya.

عن أنس بن مالك قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : يا أيها الناس ابكوا فإن لم تبكوا فتباكوا فإن أهل النار يبكون في النار حتى تسيل دموعهم في وجوههم كأنها جداول حتى تنقطع الدموع فتسيل - يعني الدماء - فتقرح العيون فلو أن سفنا ارخيت فيها لجرت
Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sekalian, menangislah! Jika tidak dapat menangis, maka paksakan dirimu untuk menangis! Karena sesungguhnya ahli neraka itu akan terus menangis hingga air matanya mengalir di pipi masing-masing laksana aliran sungai, hingga air mata itu mengering. Setelah itu, mengalirlah darah hingga matanya pun pecah-belah. Seandainya perahu-perahu diletakkan di aliran itu, niscaya berlayarlah ia.” (HR. Abu Ya’la Al-Mushili dan Abdullah bin Mubarak dalam musnad masing-masing)

Mudah-mudahan kita semua dibebaskan oleh Allah SWT dari azab neraka. Amin, yaa mujiibas saa’iliin. [sumber: Buku Seri Taujih Pekanan jilid II]

Selengkapnya......

Senin, 14 November 2011

Sampeyan Muslim...?????

Pengakuan sebagai Muslim bukanlan klaim terhadap pewarisan,bukan klaim terhadap suatu identitas,juga bukan klaim terhadap suatu penampilan lahir,nelainkan pengakuan untuk menjadi penganut Islam berkomitmen kepada islam dan beradaptasi terhadap islam dalam setiapaspek kehidupan
Seseorang yang telah mengaku sabagai seorang muslim atau beragama islam maka dia harus mengislamkam semua yang ada pada dirinya yang meliputi beberapa aspek antara lain;

1. Harus mengislamkan Aqidahnya,Artinya aqidah seorang muslim harus bersih dari syirik dan mengesakan Allah sebagai satu satu dzat yang hak untuk disembah dan di ibadahi

2. Harus mengislamkan Ibadahnya,Artinya seorang muslim dalam menjalankan ibadah harus sesuai dengan ibadah ibadah yang telah dicontohkan oleh Rosulullah.Tidak boleh menambah atau mengurangi apalagi membuat buat sendiri ibadah yang baru ,karena semua ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rosulullah itu akan tertolak dihadapan Allah ta’ala sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah dalam hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

3. Harus mengislamkan Akhlaqnya,Artinya seorang muslim dalam hidup ditengah tengah masyarakat,berinteraksi dengan mereka harus berpatokan pada perilaku atau akhlaq yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dalam sunnah sunnah beliau.Diantara akhlaq yang beliau contohkan antara lain:
  • Bersikap Wara’(hati hati) terhadap Syubhat
  • Menahan Pandangan (Ghadhul Bashar)
  • Menjaga Lidah
  • Malu (Haya’)
  • Pemaaf dan Sabar
  • Jujur
  • Rendah Hati
  • Menjauhi Prasangka,Ghibah dan mencari cela sesama muslim
  • Dermawan dan pemurah
  • Menjadi teladan yang baik
4. Harus mengislamkan Keluarga dan Rumah Tangganya.
Keluarga adalah masyarakat terkecil dari seorang muslim maka dia harus pula menata dan mengaturnya dengan aturan aturan islam

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan

Selengkapnya......

Jumat, 04 November 2011

Manusia & Angan Angan

Allah ta’ala menciptakan manusia dengan begitu sempurnanya tidak ada sesuatu pun yang luput,tidak diberikan Allah kepada manusia,diantaranya Allah menyertakan kepada manusia Nafsu dan Angan Angan.

Angan angan yang ada pada diri manusia itu membuat manusia berkembang,berinovasi dan terus berpikir untuk memenuhi apa yang menjadi angan angan mereka,tanpa angan angan maka manusia akan statis diam ditempat dan tidak berkembang
Angan angan itu ibarat binatang yang ketika tidak dikendalikan maka ia akan menjadi liar,ia akan berangan angan yang melampaui batas manusia,ia akan berangan yang muluk muluk sehingga akan menyeret pemiliknya pada kebinasaan dikarenakan menuruti apa yang menjadi keinginannya.
Rosulullah pernah mengingatkan pada umatnya tentang hal ini sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan ibnu adi
“Sesungguhnya yang paling kutakutkan dari apa yang kutakutkan atas umatku adalah nafsu dan angan angan yang muluk muluk.Nafsu dapat menyesatkan dari kebenaran,sedangkan angan angan yang muluk muluk dapat melupakan Akhirat”

Dari Al-Hasan dia berkata,Rosulullah bertanya kepada para sahabat,”Apakah setiap orang diantara kalian ingin masuk surga?”
Mereka menjawab,”Benar wahai Rosulullah”
Beliau bersabda,”Pendekkanlah Angan angan,buatlah ajal kalian ada didepan mata kalian dan malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya malu” (diriwayatkan Ibnu abi dunya)

Ketahuilah munculnya angan angan yang muluk muluk itu ada dua hal:
1. Cinta kepada dunia.Jika manusia sudah menyatu dengan dunia,kenikmatan dan belenggunya maka hatinya akan merasa berat untuk berpisah dengan dunia,sehingga didalam hatinya tidak terlintas pikiran tentang mati,padahal kematianlah yang akan memisahkannya dengan dunia.sehingga pikirannya hanya terpusat pada hal hal itu sehingga lalai mengingat mati dan tidak membayangkan kedekatan kematiannya,angan angannya akan terus membumbung tinggi karena dia lupa bahwa dia akan mati dan berpisah dengan semua yang ada di dunia ini.
2. Kebodohan.Seorang yang masih muda menganggap bahwa kematian masih lama menghampirinya karena dia masih muda.Dia tertipu dengan kesehatannya dan tidak tahu bahwa kematian bisa mendatanginya secara tiba tiba,sekalipun dia mengangga kematian masih lama bisa saja dia tertimpa penyakit secara tiba tiba yang membuat kematian menjadi dekat dengannya.
Andai dia mau berfikir dan menyadari bahwa kematian itu tidak mempunyai waktu yang pasti siang atau malam,tidak terikat dengan umur tertentu muda atau tua,maka dia akan mengganggap serius urusan kematian ini dan akan bersiap siap untuk menyongsongnya,dan dia akan mengendalikan semua angan angan tentang kehidupan dunia yang terlalu berlebihan.

Selengkapnya......

Kamis, 06 Oktober 2011

Jagalah Hati...!!!!!!!!!

Oleh Abu Luqman
Hati adalah sesuatu yang paling mulia yang dikaruniakan allah pada manusia,dengan hati inilah manusia terdorong untuk berbuat bertindak dan berusaha,dan dengan hati inilah manusia mengetahui tentang penciptanya yaitu Allah ta’ala.
Hati inilah yang merupakan barometer pada diri manusia karena ia ibarat raja pada diri manusia jika hati ini baik maka baiklah seluruh jasad manusia itu,akan tetapi jika hati ini buruk maka buruk juga seluruh tubuh manusia sebagaimana yang disampaikan oleh Rosulullah dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري ومسلم] 

Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Pintu yang dilalui iblis untuk masuk kedalam hati manusia

Hati sesuai dengan fitrahnya siap menerima hidayah dan apapun yang disodorkan padanya,berupa nafsu dan syahwat atau cenderung kepadanya.
Pergumulan di dalam hati antara prajurit malaikat dan prajurit setan akan senantiasa berkecamuk sampai hati membuka pintu untuk salah satu dari keduanya dan bersemayam didalamnya.
Iblis yang dari awal penciptaan adam sudah tidak suka dan berusaha untuk menjerumuskan manusia terus berupaya untuk bisa masuk kedalam hati manusia dan bertempat tinggal disana,jika iblis telah berhasil masuk dan bersemayam kedalam hati manusia maka dengan mudah mereka akan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus.
Perumpamaan hati manusia ibarat benteng,sedangkan setan adalah musuh yang hendak masuk kedalamnya dan menguasai benteng tersebut.Benteng tidak akan terlindungi kecuali dengan menjaga pintu pintunya,orang yang tidak mengetahui pintu pintu itu maka dia tidak akan bisa menjaganya.Jadi orang tidak akan bisa mengusir setan dari dalam hatinya kecuali dia mengetahui pintu pintu masuknya setan kedalam hati manusia.
Pintu pintu itu adalah sifat manusia yang diantaranya:

1. Iri,dengki dan ambisi,selagi manusia berambisi terhadap sesuatu maka ambisi itu membuatnya buta dan tuli,menutupi cahaya peneglihatannya yang sebenarnya dia mengetahui pintu masuk yang dilalui setan.

2. Amarah,syahwat dan keras hati.Amarah merupakan bencana bagi akal,jika pasukan akal telah melemah maka saat itu setan leluasa melancarkan serangannya,lalu mempermainkan manusia.Diriwayatkanbahwa iblis pernah berkata”jika manusia keras hati maka kami bisa membaliknya seperti anak kecil yang membalik bola”

3. Kenyang.Karena perut yang kenyang bisa menguatkan syhwatnya dan mengabaikan ketaatan

4. Tamak terhadap orang lain,Jika seseorang tamak terhadap orang lain maka dia alan memuji muji tidak secara proposional,mencari muka didepannya,tidak menyuruhnya pada yang ma’ruf dan mencegahnya dari yang munkar

5. Cinta harta,Selagi cinta harta itu masih bersemayam dalam hati,tentu akan merusaknya,lalu mendorongnya untuk mencari harta dengan cara yang tidak layak,membawanya kepada sifat kikir,takut miskin dan mencegahnya mengeluarkan hak yang diwajibkan.

6. Terburu buru dan tidak berhati hati dan tidak memiliki keteguhan hati.
7. Dan masih banyak lagi….

Inilah sejumlah pintu masuk bagi setan kedalam hati manusia,jalan pemecahannya adalah dengan menutup pintu pintu tersebut dengan cara membersihkan hati dari sifat sifat tercela
Perumpamaan setan adalah seperti anjing yang kelaparan yang didekati,jika di tanganmu tidak ada daging atau roti maka dia akan menyingkir jika engkau menghalaunya,akan tetapi jika ditanganmu ada daging atau roti padahal dia sedang kelaparan maka dia tidak akan menyingkir jika engkau menghalaunya hanya dengan kata kata.
Begitu pula hati yang kosong dari santapan setan maka dia akan menyingkir hanya dengan dzikir saja.




Selengkapnya......

Kamis, 29 September 2011

Arti Sebuah Pengorbanan

 Oleh : Abu Luqman
Ada pepatah jawa yang mengatakan “Jer Basuki Mawa Beya” Setiap cita cita yang mulia itu perlu biaya(pengorbanan).Artinya ketika kita menghendaki atau menginginkan sesuatu maka perlu adanya sebuah usaha dan perlu menyiapkan semua hal untuk mendukung terealisasinya keinginan kita itu,Ketika kita menginginkan anak kita pandai maka kita harus menyiapkan dana yang cukup untuk memasukan mereka ke sekolah yang bagus dan selalu mendorong mereka untuk rajin dalam belajar
Begitu juga ketika kita menginginkan untuk mendapatkan kehidupan akhirat yang bahagia dengan mendapatkan syurga Allah ta’ala maka kita juga harus berusaha dengan sungguh sungguh dan menyiapkan biaya untuk mendukung usaha kita mendapatka syurga Allah itu,tidak mungkin syurga itu bisa didapatkan oleh orang orang yang hanya bermalas malasan tidak mau berusaha atau hanya berdiam diri menanti takdir dari allah,seperti orang yang mencari nafkah maka tidak mungkin ia mendapatkannya hanya dengan berdiam pasti memerlukan usaha untuk mendapatkan nafkah tersebut

Surga itu murah,neraka itu mahal

Ketika proses penciptaan syurga dan neraka,setelah selesai allah menciptakan surga maka Allah memanggil jibril dan memintanya untuk melihatnya dan memberikan komentar “Yaa Allah engkau menciptakan syurga dengan begitu indahnya maka kami yakin bahwa banyak dari manusia yang ingin memasuki dan tinggal didalamnya”.
Kemudian Allah memberikan pagar pada syurga itu ketaatan kepada Allah ,dan Allah meminta lagi pendapat dari jibril,kemudian jibril berkata “Yaa Allah setelah engkau memagari syurga dengan ketaatan kepadaMu maka kamu ragu apakah manusia mau memasukinya”
Begitu juga ketika Allah selesai menciptakan Neraka ,maka allah meminta jibril untuk melihatnya dan memberikan pendapatnya dan jibril berkata “Yaa Allah engkau telah menciptakan neraka dengan sedemikian menakutkannya,kami yakin tidak ada satu manusia pun yang ingin masuk kedalamnya,apalagi tinggal didalamnya”,kemudian allah memberikan pagar disekeliling neraka itu dengan kenikmatan dunia dan meminta kembali pada jibril untuk berpendapat,jibrilpun berkata “Yaa Allah setelah engkau memagari neraka itu dengan indahnya kehidupan dunia maka kami yakin nanti akan banyak dari manusia yang ingin masuk kedalam neraka itu.
Syurga itu dipagari dengan ketaatan kepada Allah,artinya untuk bisa masuk kedalam surga itu kita harus bisa melewati pagar pembatas tersebuit dengan taat kepada allah dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan laranganNya,Seperi Sholat,puasa,zakat dlll sholat dan puasa itu bisa kita lakukan dengan biaya yang cukup murah bahkan kadang tidak memerlukan biaya,zakat itu hanya 2,5 % dari harta kita,haji hanya untuk orang yang sudah mampu.
Kalo kita bandingkan dengan jalan menuju neraka allah yang dipagari dengan indahnya kenikmatan dunia semua itu tidak sebanding,seseorang yang hendak bermaksiat kepada Allah memerlukan biaya yang luar biasa banyaknya,sebuah contoh ketika seseorang hendak mabuk mabukan maka dia harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli minuman keras dan semua sarana sarana unutk hal itu.Seseorang yang hendak berzina dia harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk membayar pelacur.

Kendati murah banyak yang enggan

Rosulullah bersabda “semua umatku akan masuk surga,kecuali yang enggan,barang siapa yang mentaati aku maka dia akan masuk surga ,barang siapa yang membangkang maka dialah yang enggan”
Rosulullah telah memberikan kepada kita tiket menuju surga tinggal kita mau mengambilnya atau tidak,ketika kita hendak mengambilnya maka kita harus taat kepada Allah dan rosulnya dan kita harus menyiapakan semua apa ynag kita miliki mulai dari diri kita sampai harta kita untuk mempermudah ketaatan kita kepada Allah,akan tetapi jika kita tidak mau taat kepada Allah dan rosulnya maka kita tergolong orang yang enggan kepada surga dan tidak mau mengambil tiket masuk surga yang telah dijanjikan oleh Rosulullah.
Karena pada dasarnya manusia itu lebih cenderung pada kehidupan dunia dan ditambah dengan tipu daya setan maka banyak kita dapati dari manusia yang lebih cenderung pada kenikmatan dunia yang akan membawanya kapada neraka allah walaupun itu memerlukan biaya yang sangat mahal dari pada ketaatan kepada Allah yang bisa kita laksanakan dengan biaya yang lebih sedikit..Waallhu’alam

Selengkapnya......

Selasa, 27 September 2011

Mengulas Hakekat Zuhud

(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX)

Bicara masalah zuhud, mungkin yang tergambar dalam benak kita sesosok pribadi berpenampilan seadanya, bila tak disebut kumuh, lecek, kumal, tidak peduli dengan penampilan, dan bahkan memutuskan hubungan dengan dunia. atau sosok lain yang gandrung menyepi, baik di tempat keramat ataupun masjid saja, yang sebenarnya lebih pantas dijuluki sebagai pengangguran daripada dengan sebutan ahli ibadah. Seolah-olah dunia bukan bagian hidupnya.

Yang menjadi pertanyaan, apakah demikian ini pengejawantahan sikap zuhud dalam Islam. Bukankah sahabat Abdurrahman bin Auf radhiyallâhu'anhu merupakan saudagar yang kaya raya? Bukankah Abu Bakar radhiyallâhu'anhu sangat gemar membantu dan membebaskan para budak dengan harta bendanya? Atau lihat juga potret jutawan yang bernama Utsman bin Affan yang kontribusi materilnya sangat besar terhadap kaum muslimin? Di sisi yang lain kita menyaksikan kondisi Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu yang papa, sehingga beliau harus mengganjal perutnya? Atau juga sahabat Abu Dzar Al Ghiffari radhiyallâhu'anhu yang lari untuk menghindari kekuasaan? Apakah itu semua berarti adanya kontradiksi pola kehidupan di antara mereka, para sahabat Nabi tersebut? Para sahabat Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam ini, telah menjalani masa-masa kehidupannya dengan begitu cemerlang. Mereka –para sahabat– merupakan pribadi-pribadi yang terpuji. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam menyebutnya sebagai generasi terbaik. Maka mereka pun menjadi orang-orang pilihan yang menjadi cermin nyata bagi generasi selanjutnya, sampai sekarang. Termasuk di dalamnya, kacamata mereka dalam memandang hakikat zuhud. Ini pun juga perlu menjadi rujukan oleh umat. Zuhud ternyata tidak mesti identik dengan ilustrasi keadaan yang seadanya dan “mengenaskan”.

Zuhud, sebagaimana diuraikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh:

“Meninggalkan rasa gemar terhadap perkara yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Yaitu perkara mubah yang berlebih dan tidak dapat digunakan untuk mendukung ketaatan kepada Allâh disertai sikap percaya penuh terhadap apa yang ada di sisi Allâh”.

Zuhud secara praktisnya tercermin pada pengekangan seorang hamba dari perkara haram, makruh, dan obyek yang mubah tetapi berlebihan, mengosongkan dunia dari godaan yang bersifat duniawi dan mewaspadai perkara yang masih bersifat syubhat, kabur status hukumnya. Lebih jelasnya, mari kita lihat firman Allâh Ta'âla di bawah ini:

QS Al Qashash : 77

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allâh kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allâh telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS Al Qashash : 77)


Ibnu Katsir rahimahullâh menjelaskan ayat ini dengan pernyataannya:

“Pergunakanlah karunia yang telah Allâh berikan kepadamu berupa harta dan kenikmatan yang berlimpah ini, untuk mentaati Rabb-mu dan mendekatkan diri kepadaNya dengan berbagai bentuk ketaatan. Dengan itu, kamu memperoleh balasan di dunia dan pahala di akhirat. Firman Allâh ‘Janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi’, yaitu segala sesuatu yang diperbolehkan Allâh, yang berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan. Sesungguhnya Allâh mempunyai hak atas dirimu. Jiwa ragamu juga mempunyai hak atas dirimu. Keluargamu juga mempunyai hak atas dirimu. Tamumu juga mempunyai hak atas dirimu. Maka berikanlah tiap-tiap hak kepada pemilikinya.”

Dengan spirit ayat di atas, Islam mengarahkan agar manusia hidup seimbang, tidak menutup mata dari kenikmatan dunia yang telah digelar, tidak pincang dengan menganaktirikan dunia yang pasti dibutuhkan, termasuk di dalamnya menyikapi perkembangan teknologi. Asalkan semua berguna bagi kehidupan akhirat.

Dengan memahami arti zuhud dengan benar, seorang muslim tidak terjebak pada provokasi orang sufi yang salah kaprah memahami makna zuhud; entah dengan cara menjauhi dunia secara totalitas, produk yang mubah, mengutamakan hidup “di bawah garis kemiskinan”, atau antipati terhadap hubungan suci antar lawan jenis yang disyariatkan (baca: pernikahan).

Sekali lagi, pemahaman yang menyimpang akan selalu menjadi bumerang buat setiap orang, meskipun ia telah didaulat sebagai ulama terdepan.

Sebaik-baik sepak terjang seorang hamba adalah yang senantiasa dipayungi dengan cahaya tuntunan Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam. Dan seburuk-buruknya ialah yang berseberangan dengan Nur Ilahi yang sudah terpancar dan diimplementasikan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dan para sahabat beliau.

Selengkapnya......

Sabtu, 24 September 2011

Melucuti Senjata Mukmin

“Ashshilatul mukminin Ad Du’a”(Senjatanya seorang mukmin adalah doa”
Ibarat sebuah pasukan yang akan melakukan pertempuran mereka sangat memerlukan perlengkapan senjata yang memadai untuk bisa memenangkan pertempuran itu,apa jadinya jika mereka maju ke medan perang hanya bermodalkan semangat saja tanpa membawa sejata,maka mereka hanya akan mati konyol.
Begitu juga seorang mukmin dalam rangka memenangkan perjuangan hidup didunia ini untuk mencapai surga Allah ta’ala juga memerlukan senjata yang bisa menyelamatkan mereka tatkala kemampuan manusiawi mereka sudah tidak mampu lagi,senjata itu adalah Doa.
Dalam banyak riwayat kisah kisah terdahulu dapat kita lihat betapa dasyatnya kekuatan doa dan dzikir kepada Allah dalam menyelamatkan manusia dari kesulitan.
Salah satu contohnya adalah kisah Nabi Yunus a.s yang ditelan oleh ikan paus.Di dalam perut ikan paus tersebut nabi yunus hanya melantunkan doa dan dzikir kepada Allah yang sangat masyur dan diabadikan dalam Al Qur’an, “Laa illaha illa anta,subhanaka inni kuntu minadhdholimin” dan akhirnya Allah mengeluarkan nabi yunus dari perut ikan paus tersebut dalm kondisi sehat.
Juga kisah tiga orang yang terjebak dalam gua yang tertutup batu yang sangat besar yang tidak bisa digerakkan oleh manusia sedikitpun,Akhirnya mereka berdoa kepada Allah dengan menunjukkan amal amalnya dan akhirnya sedikit demi sedikit batu itu tergeser dan akhirnya mereka bisa keluar dari gua tersebut.
Akan tetapi iblis yang sejak awal mula penciptaan manusia sudah tidak senang dan berupaya untuk menyesatkan manusia tidak tinggal diam begitu saja melihat begitu dasyatnya kekuatan doa tersebut,iblis terus berupaya untuk memalingkan manusia dan membuat lupa manusia akan kedasyatan dari kekuatan doa tersebut dengan membisikan manusia bahwa semua apa yang telah dia peroleh itu adalah hasildari kepandaiannya,usahanya,dan semua jerih payahnya sehingga mereka melupakan satu unsur yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia yaitu campur tangan Allah,sehingga mereka akan lupa berdoa untuk memohon pertolongan kepada Allah atas semua usahanya.
Cara yang lain dari iblis agar manusia terlupakan dan melupakan dengan doa kepada Allah adalah dengan membuat manusia berputus asa terhadap doa kepada Allah,karena mungkin doa yang selama ini dilantunkan tidak kunjung dikabulkan oleh Allah ta’ala,padahal ketika doa itu tidak dikabulakan oleh Allah itu banyak sekali faktornya,bisa jadi karena doa itu terhalang karena banyak hal hal yang haram yang ada dalam diri kita,atau mungkin Allah gantikan doa tersebut dengan hal yang lebih baik bagi kita,atau mungkin Allah akan berikan doa tersebut dilain waktu,atau Allah gantikan doa tersebut menjadi pahala yang akan menjadi tabungan kita dan memperberat timbangan amal kita dia akhirat.
Jika langkah langkah iblis tersebut telah berhasil maka manusia akan melupakan berdoa kepada allah dan hanya mengandalkan usahanya saja,nah ketika sudah seperti itu maka manusia ibarat tentara yang maju ke medan perang tanpa senjata,maka pasti akan binasa…. Wallahu ‘alam

Selengkapnya......

Rabu, 14 September 2011

Waspadalah…!!!!! Tipu Daya Syetan

Oleh:Abu Luqman
Ketika iblis diusir oleh Allah dari surga karena membangkang perintah-Nya untuk bersujud pada Nabi Adam,mereka meminta kepada Allah untuk ditangguhkan siksanya sampai hari kiamat dan meminta ijin untuk mencari teman yang akan menemaninya di dalam neraka dari golongan keturunan Nabi Adam dengan menyesatkan mereka dari jalan Allah..Dan semua permintaan itu dikabulkan oleh Allah ta’ala.

Dan mulai saat itulah perseteruan antara manusia dan iblis dimulai,dan mulai saat itu iblis senantiasa berusaha untuk menambah jumlah pengikutnya menuju nerakanya Allah,iblis menyiapakan semua cara,semua jalan agar anak keturunan adam bisa menjadi pengikutnya baik secara sadar maupun tidak sadar

Langkah langkah iblis atau syetan itu dilakukan dengan beberapa tahapan
Langkah pertama iblis adalah dengan menghias hias kemaksiatan atau dosa menjadi sesuatu yang indah dalam pandangan manusia sehingga mereka lupa dengan ancaman neraka yang ada dibalik kemaksiatan itu sehingga mereka terjerembab dalam indahnya kemaksiatan dan lupa dengan Allah ta’ala.

Langkah yang kedua jika langkah yang pertama gagal,maka setan akan membujuk manusia untuk meninggalkan perintah Allah dengan menyibukkan manusia dengan urusan dunia dan melupakan beribadah kepada Allah sehingga sama saja manusia juga melakukan dosa dengan tidak melakukan perintah Allah.

Langkah yang ketiga adalah dengan memalingkan manusia dari ibadah sunnah dan mengarahkannya pada ibadah ibadah bid’ah.Hal ini sangat berbahaya bagi manusia karena mereka akan tertipu seolah olah mereka melkukan amalan yang pahalanya besar yang akan menghantarnya pada surga Allah tetapi ternyata amalan itu tertolak oleh Allah sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah dalam hadistnya:
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya ), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak).
Mereka akan menjadi orang yang merasa mempunyai pahala yang sebesar gunung ketika mengahadap Allah tetapi dihadapan Allah amalan itu hanya seperti debu yang berterbangan.yang hanya akan menghantarnya ke neraka.

Langkah yang terakhir adalah dengan membujuk manusia kepada berlebihan dalam hal hal yang mubah seperti makan berlebihan,tidur berlebihan.dll,semua itu sekilas tidak akan membawa dampak yang buruk bagi manusia terhadap kehidupan akhiratnya,tetapi kalo kita kaji lebih jauh ternyata hal hal tersebut sangat berbahaya ,makan dan tidur berlebihan akan membuat manusia menjadi malas dalam beribadah kepada Allah yang akhirnya juga menyeret manusia pada kerusakan,karena pada hakekatnya semua itu adalah menuruti nafsu manusia,padahal nafsu itu selalu menyuruh manusia pada kerusakan kecuali nafsu yang dikendalikan oleh Allah dengan Dien.
Mudah mudahan kita terlindung dari semua tipu daya dan langkah langkah penyesatan yang dilakukan oleh iblis dan seluruh bala tentaranya….amiin.


Selengkapnya......

Senin, 12 September 2011

Wanita Hitam Pemetik Surga

Diriwayatkan oleh Atha’ bin Abi Rabah,dia berkata:”telah berkata kepadaku Abdullah bin Abbas:”Maukah engkau aku perlihatkan seorang wanita dari penghuni surga?maka aku berkata:tentu,kemudian Abdullah berkata”Wanita hitam dia pernah mendatangi Rosulullah lalu dia berkata:”aku kena penyakit usro’un(ayan/epilepsi) jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap maka do’akanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku”.Maka Nabi berkata:”Jikalau aku do’akan kepada Allah,pasti sembuh.Akan tetapi kalau kamu sabar maka bagimu surga”.Maka wanita itu berkata:”Ashbiru (aku akan bersabar),Akan tetapi do’akan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku,auratku tidak tersingkap”.Maka Nabi pun mendoakannya sehingga tiap kali kambuh Allah menjaga auratnya.  
Dari kisah tadi dapat kita lihat dan kita ambil pelajaran bahwa seorang wanita yang berkulit hitam yang mungkin tidak ada yang istimewa dihadapan manusia di tambah dia mempunyai penyakit ayan yang bagi kebanyakan orang itu adalah penyakit yang menjijikan,ternyata kedudukannya dimata Allah bisa melejit sedemikan hebatnya sehingga menjadi salah satu dari ahli surga.
Itu semua bisa diperoleh karena ketaqwaannya kepada Allah ta’ala dan rasa malu yang begitu kuat yang ada pada dirinya.
Ketaqwaannya menghantarkanya untuk bisa sabar terhadap apa yang menimpanya,dia ridha terhadap ketentuan Allah menimpanya dan menukarnya dengan surga akibat kesabarannya.
Rasa malu yang begitu kuat membuatnya berusaha untuk menjaga auratnya agar jangan sampai terbuka walaupaun dia dalam keadaan yang tidak sadar.Sehingga dia tidak meminta doa agar penyakitnya sembuh tetapi dia hanya minta di do’akan agar Allah menjaga auratnya ketika kambuh.
Hal ini sungguh bebeda dengan apa yang kita lihat pada jaman sekarang ini,wanita wanita sekarang justru dalam kondisi sadar,bahkan sangat sadar karena mereka bukanlah orang yang gila, mereka membuka auratnya tanpa ada rasa malu lagi,
Lalu apakah mereka masih mau mengharap surga dari Allah ta’ala……….
Harusnya mereka malu dengan wanita hitam tersebut dalam kondisi yang sedemikianpun dia masih berusaha menjaga auratnya……..Wallahu’alam

Selengkapnya......

Rabu, 07 September 2011

AIR

Seekor anak rusa tampak berlari kecil di tepian sungai. Ia melompat dari bebatuan satu ke bebatuan lain yang berserakan di sepanjang sungai. Rasa dahaganya yang begitu tak tertahankan tidak melunturkan niatnya untuk mencari mata air yang jernih. Karena di situlah, ia dan ibunya biasa minum.
Sayangnya, karena longsoran tanah tepian sungai, mata air tampak tidak lagi jernih. Warnanya agak kecoklatan. “Ih, kok tidak jernih,” ujar anak rusa sambil mencari aliran mata air ke arah aliran sungai.
Ia terus menelusuri aliran sungai yang berada lebih bawah dari lokasi mata air. Sayangnya, kian ke bawah, semua anak mata air yang ia temui berwarna sama: coklat keruh. Dan kian kebawah, warnanya lebih keruh lagi.
Kecewa dengan apa yang ia temukan, sang anak rusa pun berlari meninggalkan sungai menuju semak-semak di mana ibunya berada.
”Kamu sudah minum, Nak?” tanya sang ibu rusa ketika mendapati anaknya sudah berada di dekatnya.
”Belum, Bu,” ucap sang anak rusa tampak kesal.
”Kenapa? Kan kamu sudah tahu di mana mata air yang jernih itu berada,” sergah sang ibu rusa kemudian.
”Airnya keruh, Bu. Dan semua anak mata air yang berada di bawahnya pun sama, bahkan lebih keruh lagi,” ungkap sang anak rusa tidak mampu lagi menahan kekecewaannya.
Induk rusa pun menghampiri anaknya lebih dekat lagi. ”Anakku, kamu dapat pelajaran baru dari keruhnya mata air,” ucap sang induk rusa tiba-tiba.
”Maksud ibu?” tanya sang anak rusa begitu penasaran.
”Anakku, kalau mata air yang berada di bagian atas sungai keruh, semua aliran anak mata air di bawahnya akan lebih keruh lagi. Begitulah alam mengajarkan kita,” jelas sang ibu rusa diiringi anggukan anaknya.
**
Ada dahaga ruhani ketika kehidupan di negeri ini kian jauh dari kepuasan jiwa. Orang menjadi begitu jatuh cinta dengan dunia materi, dan tidak lagi perduli dengan orang-orang di sekitarnya.
Pada dahaga itu, orang pun merindukan sumber mata air ruhani nan jernih yang bisa memuaskan rasa haus mereka. Namun, ketika mata air yang berada di atas mulai keruh karena longsoran butiran tanah tepian sungai kehidupan, jangan kecewa ketika anak-anak mata air di bawahnya ditemukan jauh lebih keruh lagi.
Karena begitulah, Allah mengajarkan kita melalui alam ini. (muhammadnuh@eramuslim.com)

Selengkapnya......

Selasa, 06 September 2011

Tetap Istiqomah Setelah Ramadhan

Oleh: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan 
Sufyan bin Abdillah berkata: “Ya Rasulullah, bertahukan aku tentang Islam yang tidak akan aku tanyakan kepada siapapun juga setelah ini.” Beliau berkata: “Katakanlah ‘aku beriman kepada Allah’, kemudian istiqamahlah.” Hadits ini adalah dalil bahwa seorang hamba diwajibkan, setelah beriman kepada Allah, untuk menjaga dan tetap istiqamah dalam mentaati-Nya dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi perkara yang dilarang. Hal ini dicapai dengan mengikuti jalan yang lurus, yakni agama yang teguh, tanpa melenceng daripadanya ke kiri atau ke kanan. Jika seorang muslim menjumpai Ramadhan dan melewatkan hari-hari Ramadhan dalam puasa dan malam-malamnya dalam shalat, dan dalam bulan itu dia membiasakan dirinya dengan berbuat kebajikan, maka dia harus meneruskan tetap berada di atas ketaatan kepada Allah sepanjang waktu (setelahnya). Ini adalah keadaan sejati seorang hamba, karena sesungguhnya Tuhan bulan itu adalah Esa dan Dia selalu menggawasi dan menyaksikan hamba-hamba-Nya sepanjang waktu. Sungguh, istiqamah setelah Ramadhan dan perbaikan atas perkataan dan perbuatan seseorang adalah tanda-tanda yang paling besar bahwa seseorang telah mendapatkan manfaat dari bulan Ramadhan dan bahwa dia berjuang di dalam ketaatan. Itu adalah tanda diterimanya (ibadah) dan tanda-tanda keberhasilan. Lebih lanjut, amalan seorang hamba tidak akan berakhir dengan berakhirnya bulan (Ramadhan) dan dimulainya bulan yang lain. Bahkan mereka terus berlanjut sampai seseorang menemui ajalnya, karena Allah berfirman: “Dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini.” (QS Al-Hijr : 99) 
Apabilah puasa Ramadhan berakhir, maka sesungguhnya puasa-puasa sunnah tetap dianjurkan sepanjang tahun, Alhamdulillah. Bila berdiri dalam shalat pada malam-malam di bulan Ramadhan berakhir, maka sesungguhnya sepanjang tahun adalah waktu untuk melaksanakan shalat malam. Dan jika zakat fitri berakhir, maka masih ada zakat yang diwajbikan sebagaimana sedekah yang berlangsung sepanjang tahun. Demikian halnya dengan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya, begitu pula dengan amal-amal kebajikan lainnya yang diinginkan, karena hal-hal tersebut dapat dilaksanakan sepanjang waktu. Diantara banyak nikmat yang Allah berikan kepada hambahamba-Nya adalah Dia jadikan bagi mereka berbagai macam bentuk ibadah dan Dia menyediakan banyak sarana untuk berbuat kebajikan. Oleh karena itu, antusiasme dan semangat kaum muslimin mesti tetap terjaga dan dia harus terus-menerus berada dalam ketaatan kepada Tuannya. Sayang sekali bahwa sebagian orang melaksanakan ibadah dengan melakukan berbagai jenis amal ibadah di bulan Ramadhan – mereka benar-benar menjaga shalat lima waktu di masjid, mereka membaca Al-Qur’an sebanyakbanyaknya dan mereka bersedekah dari hartanya. Namun ketika Ramadhan berakhir, mereka menjadi malas dalam peribadatan mereka. Bahkan terkadang mereka meninggalkan kewajiban baik secara umum seperti shalat berjama’ah, maumpun secara khusus, seperti shalat subuh! Dan mereka bahkan melakukan perkara perkara yang dilarang seperti tidur pada waktu waktu shalat. memperturutkan kebodohan dan kesenangan, dan bercampur-baur di tempat parkir, khususnya pada hari Ied! Memohon pertolongan dari kejahatan-kejahatan ini hanya melalui kemurahan Allah. Karenanya, mereka meruntuhkan apa yang telah mereka bangun dan mereka menghancurkan apa yang telah dirikan. Ini adalah tanda kehilangan dan tanda kekahalahn. Kita memohon penjagaan dan perlindungan kepada Allah. Sungguh, orang-orang seperti ini mengambil contoh bertaubat dan mengurangi amal keburukan sebagai sesuatu yang khusus dan terbatas hanya pada bulan Ramadhan. Sehingga mereka berhenti melakukan amal kebajikan ketika bulan tersebut berakhir. Oleh karenanya, mereka seolah meninggalkan perbuatan dosa demi bulan Ramadhan, dan bukan karena takut kepada Allah! Alangkah buruknya orangorang ini yang tidak mengenal Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya, keberhasilan yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya terletak pada puasa Ramadhan. Dan Allah menolongnya untuk melakukan puasa adalah sebuah anugerah yang besar. Oleh karena itu, hal ini menyeru kepada hamba untuk bersyukur kepada Tuhan-nya. Dan pemahaman ini dapat ditemukan dalam firman Allah, setelah menyempurnakan bulan puasa: “ “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah [2] : 185). Maka seseorang yang bersyukur karena telah berpuasa, dia akan tetap pada kondisi yang demikian dan tetap mengerjakan amal-amal shalih. Sesungguhnya, sejatinya adab seorang Muslim adalah dia yang memuji dan bersyukur kepada Tuhannya karena dianugerahi kemampuan untuk berpuasa dan melakukan shalat malam. Keadaannya setelah Ramadhan lebih baik daripada sebelum Ramadhan. Dia lebih siap untuk taat, mengingikan perbuatan kebajikan dan bersegera melaksanakan kewajiban. Inilah orang yang takut puasanya tidak diterima, karena sesungguhnya Allah hanya menerima (amal ibadah) dari orang orang yang bertakwa. Para salafus shalih berusaha untuk mencukupkan dan menyempurnakan amalan-amalan mereka, berharap setelahnya amalan-amalan erseubt dapat diterima dan kahwatir apabila amalan-amalan tersebut ditolak. Diriwayatkan dari Alixbahwa dia berkata: “Perhatikanlah agar amalmu diterima dan bukan amal itu sendiri. Tidakkan engkau mendengar firman Allah: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS Al- Ma’idah [5] : 27) Aisyah c berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah s mengenai ayat: “Dan orang-orang ang menafkahkan harta mereka yang mereka berikan dengan hari yang gemetar karena tkut.’ Apakah mereka orang-orang yang minum khamr dan mencuri?” Beliau s menjawab: “Tidak, wahai puteri As-Siddiq. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa dan shalat dan berinfaq, namun mereka takut tidak diterima dari mereka. Mereka adalah orangorang yang bersegera dalam kebajikan dan mereka adalah orang yang pertama-tama mengerjakannya.” Maka berhati-hatilah, dan sekali lagi berhatihatilah – dari berpaling ke belakang setelah mendapatkan petunjuk, dari tersesat setelah terlindungi! Dan mohonlah kepada Allah untuk menjadikanmu kekuatan dalam mengerjakan amal shalih dan terus-menerus melaksanakan amal kebajikan. Dan mohonlah kepada Allah agar Dia mebemrikan kepadamu husnul khatimah, agar Dia menerima Ramadhan dari kita. Sumber: Ahadits Ash-Shiyam: Ahkam wa Adab (hal.

Selengkapnya......

Senin, 05 September 2011

Mahalnya Persatuan

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dan dimuliakan oleh Allah ta’ala,bulan yang Allah turunkan padanya rahmat dan barokahnya,bulan yang Allah buka lebar lebar pintu pengampunan bagi hambanya,bulan yang Allah janjikan bagi orang orang yang beriman untuk dibebaskan dari siksaan api neraka.Pada bulan yang mulia ini pula Allah turunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia,dan Allah jadikan sebuah malam pada bulan ini satu malam yang lebih mulia dari 1000 bulan. Salah satu dari sekian banyak nilai yang diajarkan oleh ramadhan adalah nilai persatuan umat atau yang sering disebut dengan ukhuwah islamiyah,karena ibadah ramadhan bukanlah ibadah yang dilakukan secara individual tetapi ibadah ibadah yang ada pada bulan ramadhan adalah ibadah yang sifatnya jama’iyah atau ibadah yang dilakukan bersama jama’ah kaum muslimin karena ibadah itu menyangkut syiar kaum muslimin,sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaik Al Albani. “Hari Puasa kalian adalah hari dimana kalian semua berpuasa,dan idul fitri adalah hari dimana kalian semua berbuka(Berhari raya)” Begitu indahnya Rosulullah memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa berpuasa dan berhari raya harus dilaksanakan bersama dengan jama’ah kaum muslimin. Akan tetapi apa yang terjadi dan apa yang kita saksikan di negara yang kita cintai ini,ketika penetapan akhir ramadhan dan awal syawal 1432 H beberapa waktu yang lalu,bisa kita saksikan ketika sidang isbat masing masing ormas tidak lagi mengedepankan semangat persatuan umat,tetapi masing masing mengedepankan atau berusaha agar pendapatnyalah yang dibenarkan dan dipakai tanpa memperhatikan lagi kepentingan umat secara umum. Kalau kita kembali pada konsep persatuan atau ukhuwah islamiyah,tentumya kalau ada perbedaan maka salah satu harus ada yang merelakan hati dan melapangkan dada untuk menerima pendapat orang lain demi mencapai satu kesepakatan bersama yang dianggap paling benar untuk kepentingan umat. Para Salafushsholih telah memberikan contoh yang nyata bagi kita semua,apabila ada perbedaan antara mereka,untuk kepentingan ukhuwah mereka bersedia meninggalkan sunnah demi menjaga ukhuwah islamiyah. Untuk kepentingan ukhuwah kita harus rela mengorbankan idialisme dan hawa nafsu kita untuk kemashlahatan yang lebih besar.Para ulama memberikan satu kaidah bahwa “Meninggalkan sunnah menuju sunnah yang lain adalah bagian dari sunnah”,artinya ketika kita meniggalkan pendapat kita yang kita anggap benar dan mengikuti pendapat orang lain yang mungkin juga benar demi menjaga ukhuwah islamiyah itu adalah bagian dari sunnah.Wallahu ‘alam

Selengkapnya......

Kamis, 25 Agustus 2011

Keqariban ditengah keghariban (pendekatan diri ditengah keterasingan)

Oleh:Ust Rahmat Abdullah

Ahli zaman kini mungkin leluasa menertawakan muslim badui yang bersahaja, saat ia bertanya : “Ya Rasul ALLAH, dekatkah tuhan kita? Sehingga saya cukup berbisik saja atau jauhkah Ia sehingga saya harus berseru kepada-NYA?”

Sebagian kita telah begitu ‘canggih’ memperkatakan Tuhan. Yang lain merasa bebas ketika beban-beban orang bertuhan telah mereka persetankan.

Bagaimana rupa hati yang Ia tiada bertahta disana? Betapa miskinnya anak-anak zaman, saat mereka saling benci dan bantai. Betapa sengsaranya mereka saat menikmati kebebasan semu; makan, minum, seks, riba, suap, syahwat dan seterusnya, padahal mereka masih berpijak dibumi-NYA.

Betapa menyedihkan orang yang grogi menghadapi kehidupan dan persoalan, padahal Ia yang memberinya titah untuk menuturkan pesan suci-NYA. Betapa bodohnya masinis yang telah mendapatkan peta perjalanan, kisah kawasan rawan, mesin kereta yang luar biasa tangguh dan rambu-rambu yang sempurna, lalu masih membawa keluar lokonya dari rel, untuk kemudian menangis-nangis lagi di stasiun berikutnya, meratapi kekeliruannya. Begitulah berulang seterusnya.

Semua ayat dari 183 – 187 surah Al Baqarah bicara secara tekstual tentang puasa. Hanya satu ayat yang tidak menyentuhnya secara tekstual, namun sulit mengeluarkannya dari inti hikmah puasa. “Dan apabila hamba-hambaku bertanya tentang Aku, maka katakanlah : sesungguhnya Aku ini dekat…( Al Baqarah : 185).

Apa yang terjadi pada manusia dengan dada hampa kekariban (kedekatan) ini? Mereka jadi pandai tampil dengan wajah tanpa dosa didepan publik, padahal beberapa menit sebelum atau sesudah tampilan ini mereka menjadi drakula dan vampir yang haus darah, bukan lagi menjadi nyamuk yang zuhud. Mereka menjadi lalat yang terjun langsung kebangkai-bangkai, menjadi babi rakus yang tak bermalu, atau kera, tukangtiru yang rakus.

Bagaimana mereka menyelesaikan masalah antar mereka? Bakar rumah, tebang pohon bermil-mil, hancurkan hutan demi kepentingan pribadi dan keluarga, tawuran antar warga atau anggota lembaga tinggi Negara, bisniskan hukum, atau jual bangsa kepada bangsa asing dan rentenir dunia. Berjuta pil pembunuh mengisi kekosongan hati ini. Berapa lagi bayi lahir tanpa berstatus bapak yang syar’i? Berapa lagi rakyat yang menjadi keledai tunggangan para politisi bandit? Berapa banyak lagi ayat-ayat dan pesan dibacakan sementara hati tetap membatu? Berapa banyak lagi kurban berjatuhan sementara sesama saudara saling tidak peduli?

Al Qur’an dulu baru yang lain

Bacalah Al-Qur’an, ruh yang menghidupkan, sinari pemahaman dengan sunnah dan perkaya wawasan dengan sirah, niscahya Islam itu terasa nikmat, harmoni, mudah, lapang dan serasi. Al-Qur’an membentuk frame berfikir. Al-Qur’an mainstream perjuangan. Nilai-nilainya menjadi tolak ukur keadilan, kewajaran, dan kesesuaian dengan karakter, fitrah dan watak manusia. Penguasaan outline-nya menghindarkan pandangan parsial juz’i. penda’wahannya dengan kelengkapan sunnah yang sederhana, menyentuh, aksiomatis, akan memudahkan orang memahami Islam, menjauhkan perselisihan dan menghemat energi umat.

Betapa da’wah Al-Qur’an dengan madrasah tahsin, tahfiz dan tafhimnya telah membangkitkan kembali semangat keislaman, bahkan dijantung tempat kelahirannya sendiri. Ahlinya selalu menjadi pelopor jihad digaris depan, jauh sejak awal sejarah ini bermula. Bila Rasullah meminta orang menurunkan jenazah dimintanya yang paling banyak penguasaan Qur’annya. Bila menyusun komposisi pasukan, diletakannya pasukan yang lebih banyak hafalannya. Bahkan dimasa awal sekali ‘unjuk rasa’ pertama digelar dengan pertanyaan “Siapa yang berani membacakan surat Arrahman di ka’bah?” Dan Ibnu Mas’ud tampil dengan berani dan tak menyesal atau jera walaupun pingsan dipukul musyrikin kota Makkah.

Nuzul Qur’an di Hira, Nuzul Qur’an di hati

Ketika pertama kali Al-Qur’an diturunkan, ia telah menjadi petunjuk untuk seluruh manusia. Ia menjadi petunjuk sesungguhnya bagi mereka yang menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ia benar-benar berguna bagi kaum beriman dan menjadi kerugian bagi kaum yang zalim. Kelak saatnya orang menyalakan rambu-rambu, padahal tanpa rambu-rambu kehidupan jadi kacau. Ada juga orang berfikir malam qodar itu selesai sudah karena ALLAH menyatakan dengan anzalnahu ( kami telah menurunkannya) tanpa melihat tajam-tajam pada kata tanazzalu’l Malaikatu wa’l Ruhu (pada malam itu turun menurunlah para malaikat dan ruh), dengan kata kerja permanen.

Bila malam adalah malam, saat matahari terbenam, siapa warga negeri yang tak menemukan malam; kafirnya dan mukminnya, fasiqnya dan shalihnya, munafiqnya dan shiddiqnya. Yahudi dan nasraninya? Jadi apakah malam itu malam fisika yang meliput semua orang dikawasan?

Jadi ketika Ramadhan di gua Hira itu malamnya disebut malam qadar, saat turun sebuah pedoman hidup yang terbaca dan terjaga, maka betapa bahaginya setiap mukmin yang sadar dengan Nuzulnya Al-Qur’an dihati pada malam qadarnya masing-masing, saat jiwa menemukan jati dirinya yang selalu merindu dan mencari sang Pencipta. Yang tetap terbelenggu selama hayat dikandung badan, seperti badanpun tak dapat melampiaskan kesenangannya, karena selalu ada keterbatasan dalam setiap kesenangan. Batas makanan dan minuman yang lezat adalah keterbatasan perut dan segala yang lahir dari proses tersebut. Batas kesenangan libido ialah menghilangnya kegembiraan dipuncak kesenangan. Batas nikmatnya dunia ketika ajal tiba-tiba menemukan rambu-rambu: Stop!

Puasa: Da’wah, Tarbiyah, Jihad dan Disiplin

Orang yang tertempa makan (sahur) disaat enaknya orang tertidur lelap atau berdiri lama malam hari dalam shalat qiyam Ramadlan, setelah siangnya berlapar haus atau menahan semua pembantal lahir bathin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah dan kehidupannya tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan.

Musuh-musuh ummat mestinya belajar untuk mengerti bahwa bayi yang dilahirkan ditengah badai tak akan gentar menghadapi deru angin. Yang biasa menggenggam api jangan diancam dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air diakhir malam, lapar dan haus diterik siang.


Mereka biasa berburu dan menunggu target perjuangan, jauh sampai keakhirat negeri keabadian, dengan kekuatan yakin yang melebihi kepastian fajar menyingsing. Namun bagaimana mungkin bisa mengajar orang lain, orang yang tak mampu memahami ajarannya sendiri? “Fadiqu’s Syai’la Yu’thihi’ (yang tak punya apa-apa tak kan mampu memberi apa-apa).

Wahyu pertama turun dibulan Ramadlan, pertempuran dan mubadarah (inisiatif) awal di Badar juga di bulan Ramadlan dan Futuh (kemenangan) juga di bulan Ramadlan. Ini menjadi inspirasi betapa madrasah Ramadlan telah memproduk begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang dari masyriq ke maghrib zaman.

Bila mulutmu bergetar dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits, mulut mereka juga menggetarkan kalimat yang sama. Adapun hati dan bukti, itu soal besar yang menunggu jawaban serius. ~KH. Rahmat Abdullah~

Selengkapnya......

Selasa, 23 Agustus 2011

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Oleh: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Aisyah berkata: “Ketika datang sepuluh
hari terakhr Ramadhan, “Nabi apabila
telah masuk sepuluh malam (yang akhir
dari bulan Ramadhan) maka beliau menghidupkan
malamnya - yakni melakukan ibadat pada
malam harinya itu, juga membangunkan isterinya,
bersungguh-sungguh - dalam ibadah - dan
mengencangkan ikat pinggangnya*.” (HR Bukhari
(4/269) dan Muslim (1174)
Hadits ini adalah dalil bahwa sepuluh hari terakhir
Ramadhan memiliki keutamaan khusus
atas hari-hari lainnya, dimana seseorang hendaknya
bertambah dalam ketaatan dan amal
ibadah, seperti shalat, berdzikir, dan membaca
Al-Qur’an.
Aisyah telah menggabarkan Nabi dan suri
tauladan kita, Muhammad s dengan empat
sifat:
1.Beliau “menghidupkan malam malamnya”,
maksudnya beliau tidak tidur selama
waktu tersebut. Dengan demikian, beliau
tetap terjaga sepanjang malam dalam ibadah
dan beliau menghidupkan jiwanya dengan
menghabiskan malam-malam tersebut tanpa
tidur. Hal ini karena tidur adalah saudara kematian.
Arti “menghidupkan malam-malamnya”
adalah bahwa beliau menghabiskannya
dalam qiyam (shalat malam) dan melakukan
amal ibadah yang dikerjakan karena Allah Rabbul
alamin. Hendaknya kita mengingat bahwa
sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah tetap
dan berbilang.
Adapun dari apa yang telah diriwayatkan mengenai
larangan menghabiskan sepanjang malam
dalam shalat, yang telah disebutkan dari
hadits Abdullah bin Amr, maka hal tersebut
berkenaan dengan seseorang yang melakukannya
secara terus-menerus setiap malam
sepanjang tahun.
2. Beliau “membangunkan keluarganya”,
maksudnya isteri-isteri beliau , ummahatul
mukminin, agar mereka dapat mengambil
bagian dalam mendapatkan kebaikan, dzikir,
dan amal ibadah selama waktu yang diberkahi
tersebut.
3. Beliau “bersungguh-sungguh (dalam
ibadah)”
, maksudnya beliau berjaga dan bersungguh-
sungguh dalam ibadah, menambah
amalan beliau dari apa yang telah beliau kerjakan
di dua puluh hari pertama (Ramadhan). Beliau
melakukan hal ini hanya karena Lailatul
Qadr terdapat dalam satu dari (sepuluh hari terakhir)
hari-hari tersebut.
4. Beliau “mengencangkan ikat pinggangnya”,
artinya bahwa beliau bersungguhsungguh
dan berupaya secara terus-menerus
dalam ibadah. Dikatakan juga bahwa hal itu berarti
belaiu s menjauhkan diri dari wanita.
Sepertinya hal ini lah yang lebih benar karena
hal tersebut senada dengan apa yang telah dise-
butkan sebelumnya dan dengan hadits Anas:
“Beliau menggulung tempat tidurnya dan
menjauh dari wanita (yakni isteri-isteri beliau).”
(Lihat Lata’iful Ma’arif, hal. 219)
Dan juga, beliau melaksanakan ‘itikaf dalam
sepuluh hari terakhir Ramadhan dan orang yang
melakukan ‘itikaf dilarang untuk berhubungan
(berjima’) dengan wanita.
Maka dari itu, wahai saudara-saudaku muslim,
berusahalah untuk mensifati dirimu dengan sifatsifat
ini. Dan jagalah shalat yang anda kerjakan di
tengah malam (tahajud) bersama Imam sebagai
tambahan dari shalat Tarawih (yang dilakukan di
bagian awal malam), sehingga kesungguhan anda
di sepuluh hari terakhir dapat melebihi dari dua
puluh hari yang pertama. Dan agar anda dapat
meraih sifat ‘menghidupkan malam dalam
ibadah” dengan shalat.
Dan anda harus bersabar dalam ketaatan anda
kepada Allah, karena sesungguhnya shalat malam
itu sukar, namun memiliki pahala yang besar.
Demi Allah, ini adalah kesempatan besar dalam
kehidupan seseorang dan sesuatu yang menguntungkan
untuk dimanfaatkan, bagi orang yang
Allah berikan karunia ini kepadanya. Dan seseorang
tidak mengetahui mungkin dia akan menemui
salah satu dari pahala Allah dalam shalat malam.,
yang akhirnya dapat menjadi penolong
baginya di dunia ini dan di hari kemudian. Para
salaful ummah biasa memanjangkan shalat malam,
mengerahkan usaha mereka. As-Sa’ib bin
Yazid berkata:
Abdullah bin Abu Bakar meriwayatkan: “Aku
mendengar ayahku (yakni Abu Bakar) berkata:
“Selama Ramadhan, kami mengakhiri shalat malam
dengan lambat dan kami segera menyuruh
para pembantu untuk menyediakan makanan
(sahur) karena khawatir fajar akan segera
tiba.” (Muwatta Imam Malik, juz 1, hal. 156)
Ada dua bentuk perjuangan jiwa yang dihadapi
kaum Mukminin selama Ramadhan: berjuang di
siang hari dengan berpuasa, dan berjuang di malam
hari dengan qiyam (shalat malam). Maka
barangsiapa yang mengumpulkan keduanya dan
memenuhi hak-hak keduanya, maka ia berada
diantara orang-orang yang sabar – orang-orang
yang akan ‘dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS Az-Zumar : 10)
Sepuluh hari ini adalah bagian terakhir dari bulan
Ramadhan dan amalan seseorang berdasarkan
amalan terakhirnya. Sehingga mungkin saja
dia menemui Lailatul Qadr ketika sedang berdiri
dalam shalat kepada Allah sehingga seluruh
dosanya di masa lalu diampuni.
Dan seseorang harus mendorong, mengajak dan
membujuk keluarganya untuk melakukan amal
ibadah, khususnya di waktu yang agung ini dimana
tidak seorang pun mengabaikannya kecuali
dia telah ditinggalkan. Yang lebih menakjubkan
lagi dari ini adalah ketika manusia
mengerjakan shalat dan tahajud, sebagian orang
justru menghabiskan waktunya dalam perkumpulan
yang dilarang dan kegiatan-kegiatan
dosa. Hal ini sungguh merupakan kerugian
yang amat besar. Kita memohon perlindungan
kepada Allah.
Oleh Karena itu, tiba pada hari-hari terakhir ini
berarti masuk kedalam buah dari amal shalih
dalam apa yang tersisa pada bulan itu. Sungguh
sayang melihat sebagian manusia melampaui
batas dalam amal shalih, sepeerti shalat dan
membaca Al-Qur’an di bagian pertama dari bulan
Ramadhan, namun kemudian tanda-tanda
kelelahan dan kebosanan mulai tampak pada
mereka setelahnya, khususnya ketika datang
sepuluh hari terakhir Ramadhan. Meskipun kesepuluh
hari terakhir tersebut memiliki lebih
banyak keutamaan dibandingkan yang pertama.
Oleh karena itu seseorang harus menjaga dalam
berusaha, berjuang dan meningkatkan ibadahnya
ketika akhir bulan Ramadhan semakin
dekat. Dan kita hendaknya terus mengingat
bahwa amalan seseorang berdasarkan amalan
terakhirnya.

Selengkapnya......

Jumat, 19 Agustus 2011

Bahagia saat melewati sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Oleh: Abu ANaS
Nabi saw bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Gapailah lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan” (Bukhari)
Dari Aisyah ra berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah saw apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. “ (Bukhari dan Muslim).
Saat sepuluh malam terakhir merupakan malam-macam puncak Ramadhan, pada malam-malam dan hari-hari tersebut merupakan waktu yang tiada terbilang limpahan rahmat dan karunia yang disediakan oleh Allah SWT. Oleh karena itulah Rasulullah saw tidak mau ketinggalan memanfaatkan malam-malamnya dengan mengencangkan ikat pinggangnya dengan menjauhi istri-istrinya untuk mengisinya dengan ibadah
Bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat yang indah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, saat-saat indah untuk beribadah dan memohon ampun kepadanya, meraih berkah dan pahala, serta memohon agar dimasukkan ke dalam golongan hamba yang terbebas dari api neraka, sebagaimana pada malam-malam ini merupakan saat-saat yang paling bahagia untuk meraih rahmat, ampunan dan itqun minan-nar. Saat-saat bahagia untuk memperlihatkan jati diri kita dihadapan Allah sebagai hamba-Nya yang patuh dan tunduk dalam segala sisi kehidupan. Saat-saat bahagia menunjukkan kebaikan yang kita miliki dihadapan sang Maha Pencipta dan Maha Kasih. Saat-saat bahagia menjadikan diri sangat dekat dengan Allah dan butuh akan ampunan-Nya dan kasih sayang-Nya.
Bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dirindukan dan dinanti-nantikan orang-orang beriman karena kemuliaan dan keagungan yang terdapat di dalamnya. Salah satunya adalah Lailatul Qadar.
Kalau boleh dikatakan kebahagiaan kita sejak awal mengikuti ibadah dan amaliyah bulan Ramadhan belumlah lengkap jika tidak berada pada malam-malam sepuluh hari terakhir ini. Inilah hari-hari yang menjadi ujian bagi umat yang merindukan kebahagiaan hakiki. Banyak para ulama salafusshalih sangat menantikan akan hari-hari dan malam-malam sepuluh terakhir ini.
Pada hari dan malam sepuluh hari terakhir ini menjadi penentu dan puncak kebahagiaan kita. Nabi saw bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Bahwa setiap pekerjaan itu ditentukan pada penutupnya” (Bukhari dan Ahmad)
Disaat hari dan malam sepuluh terakhir ini, kadang sebagian masyarakat yang sibuk mengurus hal-hal remeh; persiapan baju lebaran, makanan lebaran, mudik lebaran, dan lain-lainnya, sehingga tidak jarang dari mereka akhirnya lupa akan ibadah utama yaitu shalat tarawih, karena cape dan letih mengurus sesuatunya di siang hari.
Apa yang selayaknya dilakukan oleh kita agar dapat meraih bahagia pada hari-hari penentuan ini?
Paling tidak ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan:
1. Usahakan tetap menjaga niat dan semangat ibadah, kalau bisa kuatkan dan tingkatkan semangat dalam beribadah kepada Allah.
2. Hindari diri dari melakukan hal-hal remeh temeh, jadikan setiap waktu; detik, menit dan jamnya sebagai kesempatan yang tidak boleh terlewatkan tanpa ibadah.
3. Kalau memang harus mudik (pulang kampung) jangan tinggalkan ibadah puasa dan shalat tarawih atau tilawah qur’an.
4. Perbanyak doa dan mohon ampunan.
Dengan demikian, kita berharap saat-saat menentukan tersebut kita dapat melewati dengan baik, tanpa ada sedikitpun waktu yang terlewatkan tanpa manfaat dan faedah serta ibadah.

Selengkapnya......