Kamis, 25 Agustus 2011

Keqariban ditengah keghariban (pendekatan diri ditengah keterasingan)

Oleh:Ust Rahmat Abdullah

Ahli zaman kini mungkin leluasa menertawakan muslim badui yang bersahaja, saat ia bertanya : “Ya Rasul ALLAH, dekatkah tuhan kita? Sehingga saya cukup berbisik saja atau jauhkah Ia sehingga saya harus berseru kepada-NYA?”

Sebagian kita telah begitu ‘canggih’ memperkatakan Tuhan. Yang lain merasa bebas ketika beban-beban orang bertuhan telah mereka persetankan.

Bagaimana rupa hati yang Ia tiada bertahta disana? Betapa miskinnya anak-anak zaman, saat mereka saling benci dan bantai. Betapa sengsaranya mereka saat menikmati kebebasan semu; makan, minum, seks, riba, suap, syahwat dan seterusnya, padahal mereka masih berpijak dibumi-NYA.

Betapa menyedihkan orang yang grogi menghadapi kehidupan dan persoalan, padahal Ia yang memberinya titah untuk menuturkan pesan suci-NYA. Betapa bodohnya masinis yang telah mendapatkan peta perjalanan, kisah kawasan rawan, mesin kereta yang luar biasa tangguh dan rambu-rambu yang sempurna, lalu masih membawa keluar lokonya dari rel, untuk kemudian menangis-nangis lagi di stasiun berikutnya, meratapi kekeliruannya. Begitulah berulang seterusnya.

Semua ayat dari 183 – 187 surah Al Baqarah bicara secara tekstual tentang puasa. Hanya satu ayat yang tidak menyentuhnya secara tekstual, namun sulit mengeluarkannya dari inti hikmah puasa. “Dan apabila hamba-hambaku bertanya tentang Aku, maka katakanlah : sesungguhnya Aku ini dekat…( Al Baqarah : 185).

Apa yang terjadi pada manusia dengan dada hampa kekariban (kedekatan) ini? Mereka jadi pandai tampil dengan wajah tanpa dosa didepan publik, padahal beberapa menit sebelum atau sesudah tampilan ini mereka menjadi drakula dan vampir yang haus darah, bukan lagi menjadi nyamuk yang zuhud. Mereka menjadi lalat yang terjun langsung kebangkai-bangkai, menjadi babi rakus yang tak bermalu, atau kera, tukangtiru yang rakus.

Bagaimana mereka menyelesaikan masalah antar mereka? Bakar rumah, tebang pohon bermil-mil, hancurkan hutan demi kepentingan pribadi dan keluarga, tawuran antar warga atau anggota lembaga tinggi Negara, bisniskan hukum, atau jual bangsa kepada bangsa asing dan rentenir dunia. Berjuta pil pembunuh mengisi kekosongan hati ini. Berapa lagi bayi lahir tanpa berstatus bapak yang syar’i? Berapa lagi rakyat yang menjadi keledai tunggangan para politisi bandit? Berapa banyak lagi ayat-ayat dan pesan dibacakan sementara hati tetap membatu? Berapa banyak lagi kurban berjatuhan sementara sesama saudara saling tidak peduli?

Al Qur’an dulu baru yang lain

Bacalah Al-Qur’an, ruh yang menghidupkan, sinari pemahaman dengan sunnah dan perkaya wawasan dengan sirah, niscahya Islam itu terasa nikmat, harmoni, mudah, lapang dan serasi. Al-Qur’an membentuk frame berfikir. Al-Qur’an mainstream perjuangan. Nilai-nilainya menjadi tolak ukur keadilan, kewajaran, dan kesesuaian dengan karakter, fitrah dan watak manusia. Penguasaan outline-nya menghindarkan pandangan parsial juz’i. penda’wahannya dengan kelengkapan sunnah yang sederhana, menyentuh, aksiomatis, akan memudahkan orang memahami Islam, menjauhkan perselisihan dan menghemat energi umat.

Betapa da’wah Al-Qur’an dengan madrasah tahsin, tahfiz dan tafhimnya telah membangkitkan kembali semangat keislaman, bahkan dijantung tempat kelahirannya sendiri. Ahlinya selalu menjadi pelopor jihad digaris depan, jauh sejak awal sejarah ini bermula. Bila Rasullah meminta orang menurunkan jenazah dimintanya yang paling banyak penguasaan Qur’annya. Bila menyusun komposisi pasukan, diletakannya pasukan yang lebih banyak hafalannya. Bahkan dimasa awal sekali ‘unjuk rasa’ pertama digelar dengan pertanyaan “Siapa yang berani membacakan surat Arrahman di ka’bah?” Dan Ibnu Mas’ud tampil dengan berani dan tak menyesal atau jera walaupun pingsan dipukul musyrikin kota Makkah.

Nuzul Qur’an di Hira, Nuzul Qur’an di hati

Ketika pertama kali Al-Qur’an diturunkan, ia telah menjadi petunjuk untuk seluruh manusia. Ia menjadi petunjuk sesungguhnya bagi mereka yang menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ia benar-benar berguna bagi kaum beriman dan menjadi kerugian bagi kaum yang zalim. Kelak saatnya orang menyalakan rambu-rambu, padahal tanpa rambu-rambu kehidupan jadi kacau. Ada juga orang berfikir malam qodar itu selesai sudah karena ALLAH menyatakan dengan anzalnahu ( kami telah menurunkannya) tanpa melihat tajam-tajam pada kata tanazzalu’l Malaikatu wa’l Ruhu (pada malam itu turun menurunlah para malaikat dan ruh), dengan kata kerja permanen.

Bila malam adalah malam, saat matahari terbenam, siapa warga negeri yang tak menemukan malam; kafirnya dan mukminnya, fasiqnya dan shalihnya, munafiqnya dan shiddiqnya. Yahudi dan nasraninya? Jadi apakah malam itu malam fisika yang meliput semua orang dikawasan?

Jadi ketika Ramadhan di gua Hira itu malamnya disebut malam qadar, saat turun sebuah pedoman hidup yang terbaca dan terjaga, maka betapa bahaginya setiap mukmin yang sadar dengan Nuzulnya Al-Qur’an dihati pada malam qadarnya masing-masing, saat jiwa menemukan jati dirinya yang selalu merindu dan mencari sang Pencipta. Yang tetap terbelenggu selama hayat dikandung badan, seperti badanpun tak dapat melampiaskan kesenangannya, karena selalu ada keterbatasan dalam setiap kesenangan. Batas makanan dan minuman yang lezat adalah keterbatasan perut dan segala yang lahir dari proses tersebut. Batas kesenangan libido ialah menghilangnya kegembiraan dipuncak kesenangan. Batas nikmatnya dunia ketika ajal tiba-tiba menemukan rambu-rambu: Stop!

Puasa: Da’wah, Tarbiyah, Jihad dan Disiplin

Orang yang tertempa makan (sahur) disaat enaknya orang tertidur lelap atau berdiri lama malam hari dalam shalat qiyam Ramadlan, setelah siangnya berlapar haus atau menahan semua pembantal lahir bathin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah dan kehidupannya tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan.

Musuh-musuh ummat mestinya belajar untuk mengerti bahwa bayi yang dilahirkan ditengah badai tak akan gentar menghadapi deru angin. Yang biasa menggenggam api jangan diancam dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air diakhir malam, lapar dan haus diterik siang.


Mereka biasa berburu dan menunggu target perjuangan, jauh sampai keakhirat negeri keabadian, dengan kekuatan yakin yang melebihi kepastian fajar menyingsing. Namun bagaimana mungkin bisa mengajar orang lain, orang yang tak mampu memahami ajarannya sendiri? “Fadiqu’s Syai’la Yu’thihi’ (yang tak punya apa-apa tak kan mampu memberi apa-apa).

Wahyu pertama turun dibulan Ramadlan, pertempuran dan mubadarah (inisiatif) awal di Badar juga di bulan Ramadlan dan Futuh (kemenangan) juga di bulan Ramadlan. Ini menjadi inspirasi betapa madrasah Ramadlan telah memproduk begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang dari masyriq ke maghrib zaman.

Bila mulutmu bergetar dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits, mulut mereka juga menggetarkan kalimat yang sama. Adapun hati dan bukti, itu soal besar yang menunggu jawaban serius. ~KH. Rahmat Abdullah~

Selengkapnya......

Selasa, 23 Agustus 2011

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Oleh: Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan
Aisyah berkata: “Ketika datang sepuluh
hari terakhr Ramadhan, “Nabi apabila
telah masuk sepuluh malam (yang akhir
dari bulan Ramadhan) maka beliau menghidupkan
malamnya - yakni melakukan ibadat pada
malam harinya itu, juga membangunkan isterinya,
bersungguh-sungguh - dalam ibadah - dan
mengencangkan ikat pinggangnya*.” (HR Bukhari
(4/269) dan Muslim (1174)
Hadits ini adalah dalil bahwa sepuluh hari terakhir
Ramadhan memiliki keutamaan khusus
atas hari-hari lainnya, dimana seseorang hendaknya
bertambah dalam ketaatan dan amal
ibadah, seperti shalat, berdzikir, dan membaca
Al-Qur’an.
Aisyah telah menggabarkan Nabi dan suri
tauladan kita, Muhammad s dengan empat
sifat:
1.Beliau “menghidupkan malam malamnya”,
maksudnya beliau tidak tidur selama
waktu tersebut. Dengan demikian, beliau
tetap terjaga sepanjang malam dalam ibadah
dan beliau menghidupkan jiwanya dengan
menghabiskan malam-malam tersebut tanpa
tidur. Hal ini karena tidur adalah saudara kematian.
Arti “menghidupkan malam-malamnya”
adalah bahwa beliau menghabiskannya
dalam qiyam (shalat malam) dan melakukan
amal ibadah yang dikerjakan karena Allah Rabbul
alamin. Hendaknya kita mengingat bahwa
sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah tetap
dan berbilang.
Adapun dari apa yang telah diriwayatkan mengenai
larangan menghabiskan sepanjang malam
dalam shalat, yang telah disebutkan dari
hadits Abdullah bin Amr, maka hal tersebut
berkenaan dengan seseorang yang melakukannya
secara terus-menerus setiap malam
sepanjang tahun.
2. Beliau “membangunkan keluarganya”,
maksudnya isteri-isteri beliau , ummahatul
mukminin, agar mereka dapat mengambil
bagian dalam mendapatkan kebaikan, dzikir,
dan amal ibadah selama waktu yang diberkahi
tersebut.
3. Beliau “bersungguh-sungguh (dalam
ibadah)”
, maksudnya beliau berjaga dan bersungguh-
sungguh dalam ibadah, menambah
amalan beliau dari apa yang telah beliau kerjakan
di dua puluh hari pertama (Ramadhan). Beliau
melakukan hal ini hanya karena Lailatul
Qadr terdapat dalam satu dari (sepuluh hari terakhir)
hari-hari tersebut.
4. Beliau “mengencangkan ikat pinggangnya”,
artinya bahwa beliau bersungguhsungguh
dan berupaya secara terus-menerus
dalam ibadah. Dikatakan juga bahwa hal itu berarti
belaiu s menjauhkan diri dari wanita.
Sepertinya hal ini lah yang lebih benar karena
hal tersebut senada dengan apa yang telah dise-
butkan sebelumnya dan dengan hadits Anas:
“Beliau menggulung tempat tidurnya dan
menjauh dari wanita (yakni isteri-isteri beliau).”
(Lihat Lata’iful Ma’arif, hal. 219)
Dan juga, beliau melaksanakan ‘itikaf dalam
sepuluh hari terakhir Ramadhan dan orang yang
melakukan ‘itikaf dilarang untuk berhubungan
(berjima’) dengan wanita.
Maka dari itu, wahai saudara-saudaku muslim,
berusahalah untuk mensifati dirimu dengan sifatsifat
ini. Dan jagalah shalat yang anda kerjakan di
tengah malam (tahajud) bersama Imam sebagai
tambahan dari shalat Tarawih (yang dilakukan di
bagian awal malam), sehingga kesungguhan anda
di sepuluh hari terakhir dapat melebihi dari dua
puluh hari yang pertama. Dan agar anda dapat
meraih sifat ‘menghidupkan malam dalam
ibadah” dengan shalat.
Dan anda harus bersabar dalam ketaatan anda
kepada Allah, karena sesungguhnya shalat malam
itu sukar, namun memiliki pahala yang besar.
Demi Allah, ini adalah kesempatan besar dalam
kehidupan seseorang dan sesuatu yang menguntungkan
untuk dimanfaatkan, bagi orang yang
Allah berikan karunia ini kepadanya. Dan seseorang
tidak mengetahui mungkin dia akan menemui
salah satu dari pahala Allah dalam shalat malam.,
yang akhirnya dapat menjadi penolong
baginya di dunia ini dan di hari kemudian. Para
salaful ummah biasa memanjangkan shalat malam,
mengerahkan usaha mereka. As-Sa’ib bin
Yazid berkata:
Abdullah bin Abu Bakar meriwayatkan: “Aku
mendengar ayahku (yakni Abu Bakar) berkata:
“Selama Ramadhan, kami mengakhiri shalat malam
dengan lambat dan kami segera menyuruh
para pembantu untuk menyediakan makanan
(sahur) karena khawatir fajar akan segera
tiba.” (Muwatta Imam Malik, juz 1, hal. 156)
Ada dua bentuk perjuangan jiwa yang dihadapi
kaum Mukminin selama Ramadhan: berjuang di
siang hari dengan berpuasa, dan berjuang di malam
hari dengan qiyam (shalat malam). Maka
barangsiapa yang mengumpulkan keduanya dan
memenuhi hak-hak keduanya, maka ia berada
diantara orang-orang yang sabar – orang-orang
yang akan ‘dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS Az-Zumar : 10)
Sepuluh hari ini adalah bagian terakhir dari bulan
Ramadhan dan amalan seseorang berdasarkan
amalan terakhirnya. Sehingga mungkin saja
dia menemui Lailatul Qadr ketika sedang berdiri
dalam shalat kepada Allah sehingga seluruh
dosanya di masa lalu diampuni.
Dan seseorang harus mendorong, mengajak dan
membujuk keluarganya untuk melakukan amal
ibadah, khususnya di waktu yang agung ini dimana
tidak seorang pun mengabaikannya kecuali
dia telah ditinggalkan. Yang lebih menakjubkan
lagi dari ini adalah ketika manusia
mengerjakan shalat dan tahajud, sebagian orang
justru menghabiskan waktunya dalam perkumpulan
yang dilarang dan kegiatan-kegiatan
dosa. Hal ini sungguh merupakan kerugian
yang amat besar. Kita memohon perlindungan
kepada Allah.
Oleh Karena itu, tiba pada hari-hari terakhir ini
berarti masuk kedalam buah dari amal shalih
dalam apa yang tersisa pada bulan itu. Sungguh
sayang melihat sebagian manusia melampaui
batas dalam amal shalih, sepeerti shalat dan
membaca Al-Qur’an di bagian pertama dari bulan
Ramadhan, namun kemudian tanda-tanda
kelelahan dan kebosanan mulai tampak pada
mereka setelahnya, khususnya ketika datang
sepuluh hari terakhir Ramadhan. Meskipun kesepuluh
hari terakhir tersebut memiliki lebih
banyak keutamaan dibandingkan yang pertama.
Oleh karena itu seseorang harus menjaga dalam
berusaha, berjuang dan meningkatkan ibadahnya
ketika akhir bulan Ramadhan semakin
dekat. Dan kita hendaknya terus mengingat
bahwa amalan seseorang berdasarkan amalan
terakhirnya.

Selengkapnya......

Jumat, 19 Agustus 2011

Bahagia saat melewati sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Oleh: Abu ANaS
Nabi saw bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Gapailah lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan” (Bukhari)
Dari Aisyah ra berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah saw apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. “ (Bukhari dan Muslim).
Saat sepuluh malam terakhir merupakan malam-macam puncak Ramadhan, pada malam-malam dan hari-hari tersebut merupakan waktu yang tiada terbilang limpahan rahmat dan karunia yang disediakan oleh Allah SWT. Oleh karena itulah Rasulullah saw tidak mau ketinggalan memanfaatkan malam-malamnya dengan mengencangkan ikat pinggangnya dengan menjauhi istri-istrinya untuk mengisinya dengan ibadah
Bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat yang indah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, saat-saat indah untuk beribadah dan memohon ampun kepadanya, meraih berkah dan pahala, serta memohon agar dimasukkan ke dalam golongan hamba yang terbebas dari api neraka, sebagaimana pada malam-malam ini merupakan saat-saat yang paling bahagia untuk meraih rahmat, ampunan dan itqun minan-nar. Saat-saat bahagia untuk memperlihatkan jati diri kita dihadapan Allah sebagai hamba-Nya yang patuh dan tunduk dalam segala sisi kehidupan. Saat-saat bahagia menunjukkan kebaikan yang kita miliki dihadapan sang Maha Pencipta dan Maha Kasih. Saat-saat bahagia menjadikan diri sangat dekat dengan Allah dan butuh akan ampunan-Nya dan kasih sayang-Nya.
Bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dirindukan dan dinanti-nantikan orang-orang beriman karena kemuliaan dan keagungan yang terdapat di dalamnya. Salah satunya adalah Lailatul Qadar.
Kalau boleh dikatakan kebahagiaan kita sejak awal mengikuti ibadah dan amaliyah bulan Ramadhan belumlah lengkap jika tidak berada pada malam-malam sepuluh hari terakhir ini. Inilah hari-hari yang menjadi ujian bagi umat yang merindukan kebahagiaan hakiki. Banyak para ulama salafusshalih sangat menantikan akan hari-hari dan malam-malam sepuluh terakhir ini.
Pada hari dan malam sepuluh hari terakhir ini menjadi penentu dan puncak kebahagiaan kita. Nabi saw bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Bahwa setiap pekerjaan itu ditentukan pada penutupnya” (Bukhari dan Ahmad)
Disaat hari dan malam sepuluh terakhir ini, kadang sebagian masyarakat yang sibuk mengurus hal-hal remeh; persiapan baju lebaran, makanan lebaran, mudik lebaran, dan lain-lainnya, sehingga tidak jarang dari mereka akhirnya lupa akan ibadah utama yaitu shalat tarawih, karena cape dan letih mengurus sesuatunya di siang hari.
Apa yang selayaknya dilakukan oleh kita agar dapat meraih bahagia pada hari-hari penentuan ini?
Paling tidak ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan:
1. Usahakan tetap menjaga niat dan semangat ibadah, kalau bisa kuatkan dan tingkatkan semangat dalam beribadah kepada Allah.
2. Hindari diri dari melakukan hal-hal remeh temeh, jadikan setiap waktu; detik, menit dan jamnya sebagai kesempatan yang tidak boleh terlewatkan tanpa ibadah.
3. Kalau memang harus mudik (pulang kampung) jangan tinggalkan ibadah puasa dan shalat tarawih atau tilawah qur’an.
4. Perbanyak doa dan mohon ampunan.
Dengan demikian, kita berharap saat-saat menentukan tersebut kita dapat melewati dengan baik, tanpa ada sedikitpun waktu yang terlewatkan tanpa manfaat dan faedah serta ibadah.

Selengkapnya......

Senin, 15 Agustus 2011

Jalan Mencari Rizki

Sebagai seorang muslim diwajibkan oleh Allah ta’ala untuk berusaha atau berikhtiar,dan dia adalah fitrah yang allah letakkan dihati manusia sebagai mahluk yang diberi amanah oleh Allah ta’ala.
Dan di dalam usaha untuk mencari rizki Allah ta’ala mengatakan dalam surat Al isra’ ayat yang ke 18

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”

Dalam mencari rizki harus kita kaitkan dengan keikhlasan kita kepada,barang siapa yang hanya menginginkan dunia maka dia akan berbuat kerusakan,akan tetapi baranng siapa yang menginginkan Allah dan rosulnya maka Allah akan turunkan keberkahan pada rizkinya.

Barang siapa yang hanya menginginkan dunia maka Allah akan segerakan rizkinya sesuai dengan apa yang dia usahakan akan tetapi Allah akan mengangkat keberkahan dari rizkinya dan mengancam mereka dengan adzab neraka,bisa kita lihat disekitar kita betapa banyak orang orang yang diberikan oleh Allah harta yang berlimpah akan tetapi harta tersebut tidak membawa kebaikan bagi dirinya dan keluarganya.Sang ayah mencari harta siang dan malam membanting tulang tanpa memperhatikan urusan ibadahnya kepada Allah ta’ala,sedangkan dirumah anak dan istrinya menghambur hamburkan harta tersebut kepada hal hal yang tidak bermanfaat.

Sering juga kita temui seseorang yang mempunyai harta yang banyak dan dia berinfaq pada hal yang salah,berinfaq atau membangun masjid yang sepi dari jamaah kaum muslimin yang sholat di dalamnya.Itu semua merupakan bukti bahwa ketika kita tidak mengaitkan usaha mencari rizki kita kepada mencari ridha Allah maka allah juga tidak akan arahkan kita dalam memanfaatkan rizki tersebut pada hal hal yang membawa kemanfaatan pada kehidupan akhirat kita.
Lihatlah firman Allah kepada rosulullah untuk menegaskan kepada istri istri beliau dalam hal mengikhlaskan rizki kepada Allah ta’ala.

28. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah[1212] dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
1212]. Mut'ah yaitu: suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.
29. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.

Ketika kita tidak kaitkan mencari rizki dengan keridhoan Allah maka kita akan terjerumus pada hal hal yang bisa mengarakan kita pada kemaksiatan kepada Allah,kita akan terjerumus kepada mencari harta yang haram.
Betapa banyak seorang suami yang terjerembab pada mencari rizki yang haram hanya karena sang istri selalu menuntut untuk terpenuhi kebutuhannya tanpa memperdulikan dari mana atau bagimana suaminya mencari nafkah,Tentu kita akan sangat bahagia dan itu yang seharusnya selalu diingat oleh keluarga muslim,ketika sang suami hendak berangkat mencari nafkah istri dan anak anak membisikkan “Wahai ayah,wahai suami kami tahan terhadap lapar dan haus ,tapi kami tidak tahan terhadap panasnya api neraka,maka carilah rizki yang halal.”
Wallahu ‘alam.

Selengkapnya......

Rabu, 10 Agustus 2011

Disangka Air ternyata Api

Suatu ketika Abdullah Bin Umar yang terkenal sebagai sahabat yang paling mengikuti sunnah dari rosulullah mendengar seseorang ketika bersin mengucapkan “Alhamdulillah,wa sholatu wa salamu ‘ala rosulullah”,kemudian dia menegur orang itu dan mengatakan bahwasannya rosulullah memberikan contoh bahwa ketika bersin mengucapkan “Alhamdulillah”,dan tidak memerintahkan untuk bersholawat.
Sungguh demikian peka Abdullah bin umar terhadap sebuah bid’ah atau menambah nambah sesuatu yang baru dalam urusan ibadah.
Bid’ah itu ibarat fatamorgana,sesuatu yang disangka Air yang dapat menghilangkan dahaganya tapi ternyata panas matahari atau api yang dapat membakar tubuhnya.
Ibarat seorang musafir,pelaku bid’ah mengumpulkan bekal yang salah untuk perjalanan sehingga bekal itu tidak bermanfaat bagi perjalanannya kecuali hanya menambah berat bebannya.
‘Aisyah meriwayatkan sebuah hadist berkenaan dengan bid’ah
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya ), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak).
Pelaku bid’ah,.sebesar apapun,sebanyak apapun amalnya semuanya tidak akan berguna dan tidak akan menolongnya ketika menghadapi hari pembalasan di yaumul akhir,karena semua amal ibadahnya tertolak dihadapan Allah ta’ala
Selain tertolak bid’ah juga berpotensi untuk menimbulkan kesesatan dan dosa karena sabda Rosulullah “setiap bid’ah adalah sesat,dan setiap kesesatan adalah bagian dari neraka”
Ibnu jauzi mengatakan bahwa bid’ah itu lebih disukai oleh iblis dari pada dosa besar, dikarenakan pelaku dosa besar itu merasa bahwa apa yang dia lakukan itu adalah sebuah kesalahan sehingga kemungkinan suatu saat dia akan bertaubat dari dosa tersebut,akan tetapi pelaku bid’ah itu justru merasa bahwa apa yang dia lakukan itu adalah sesuatu yang baik yang akan mendatangkan pahala dari Allah sehingga dia tidak akan merasa bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya
Ibnu Qoyyim juga mengatakan bahwa dosa bid’ah itu menduduki rangking kedua setelah dosa syirik karena perbuatan bid’ah akan mengantarkan pelakunya kepada perbuatan syirik,seperti bid’ah yang dilakukan di kuburan dan lain sebagainya.
Ketika seseorang sudah sedemikian menyatu dengan perbuatan bid’ah maka dia akan semakin jauh dengan sunnah rosulullah,bisa jadi dia menganggap bahwa perbuatan bid’ahnya itu lebih penting dari sunnah rosulullah.Inilah orang yang tertipu dengan fatamorgana bid’ah.
Wallahu’alam

Selengkapnya......

Selasa, 09 Agustus 2011

Delapan Tanda Orang Ikhlas

Oleh: Mochamad Bugi
Amal yang kita lakukan akan diterima Allah jika memenuhi dua rukun. Pertama, amal itu harus didasari oleh keikhlasan dan niat yang murni: hanya mengharap keridhaan Allah swt. Kedua, amal perbuatan yang kita lakukan itu harus sesuai dengan sunnah Nabi saw.
Syarat pertama menyangkut masalah batin. Niat ikhlas artinya saat melakukan amal perbuatan, batin kita harus benar-benar bersih. Rasulullah saw. bersabda, “Innamal a’maalu bin-niyyaat, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadits itu, maka diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan yang kita lakukan oleh Allah swt. sangat bergantung pada niat kita.
Sedangkan syarat yang kedua, harus sesuai dengan syariat Islam. Syarat ini menyangkut segi lahiriah. Nabi saw. berkata, “Man ‘amala ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun, barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah kami diperintahkan, maka perbuatan itu ditolak.” (Muslim).
Tentang dua syarat tersebut, Allah swt. menerangkannya di sejumlah ayat dalam Alquran. Di antaranya dua ayat ini. “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh….” (Luqman: 22). “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….” (An-Nisa: 125)
Yang dimaksud dengan “menyerahkan diri kepada Allah” di dua ayat di atas adalah mengikhlaskan niat dan amal perbuatan hanya karena Allah semata. Sedangkan yang yang dimaksud dengan “mengerjakan kebaikan” di dalam ayat itu ialah mengerjakan kebaikan dengan serius dan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.
Fudhail bin Iyadh pernah memberi komentar tentang ayat 2 surat Al-Mulk, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, supaya Allah menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Menurutnya, maksud “yang lebih baik amalnya” adalah amal yang didasari keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Nabi saw.
Seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang dimaksud dengan amal yang ikhlas dan benar itu?” Fudhail menjawab, “Sesungguhnya amal yang dilandasi keikhlasan tetapi tidak benar, tidak diterima oleh Allah swt. Sebaliknya, amal yang benar tetapi tidak dilandasi keikhlasan juga tidak diterima oleh Allah swt. Amal perbuatan itu baru bisa diterima Allah jika didasari keikhlasan dan dilaksanakan dengan benar. Yang dimaksud ‘ikhlas’ adalah amal perbuatan yang dikerjakan semata-mata karena Allah, dan yang dimaksud ‘benar’ adalah amal perbuatan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.” Setelah itu Fudhail bin Iyad membacakan surat Al-Kahfi ayat 110, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Jadi, niat yang ikhlas saja belum menjamin amal kita diterima oleh Allah swt., jika dilakukan tidak sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Begitu juga dengan perbuatan mulia, tidak diterima jika dilakukan dengan tujuan tidak mencari keridhaan Allah swt.
Delapan Tanda Keikhlasan
Ada delapan tanda-tanda keikhlasan yang bisa kita gunakan untuk mengecek apakah rasa ikhlas telah mengisi relung-relung hati kita. Kedelapan tanda itu adalah:
1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.
Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi sekiranya Anda tidak disanjung ornag lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.”
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
2. Ikhlah ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan
Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.
Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah: “Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla? Rasulullah saw. menjawab, “Bukan, wahai Putri Abu Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah, sementera mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba.” (Ahmad).
3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan
Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan bangunan.
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya, “Mengapa kau menangis?” Mu’adz menjawab, “Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, ‘Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.” (Ibnu Majah dan Baihaqi)
4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit
Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, “Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
5. Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia
Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji. Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun. Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.
6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah
Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang berbuat kebalikan dari itu. “Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (At-Taubah: 58)
7. Keikhalasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan
Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang berkata, “Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang, itulah aku!”
8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan
Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.

Selengkapnya......

Senin, 08 Agustus 2011

Ketika Harus Bicara

Salah satu dari inidikasi ketaqwaan seorang muslim adalah dia senantiasa berhati hati dalam segala hal yang ia lakukan dalam kehidupannya sehari  hari termasuk dalam hal berkata atau berbicara,dikarenakan seorang muslim mengetahui bahwa apapun yang ia kerjakan pasti tercatat oleh malaikat dan semua itu akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah ta’ala di hari kiamat nanti

 Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (QS Qaf:18)

Dalam hal perkataan rosulullah telah memberikan rambu rambu melaui sabda beliau

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam,
(HR.Bukhori & Muslim)


Seorang muslim harus senantiasa menimbang nimbang apabila hendak berucap apakah perkataan itu mengandung manfaat,baik itu untuk dirinya maupun untuk orang  lain , ataukan justru apa yang ia katakan mengundang masalah atau menyakiti orang lain jikalau memang tidak bermanfaat maka lebih baik dia menahan diri untuk tidak berbicara

Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang muslim keetika memang ia diharuskan untuk berbicara

1.Seorang muslim hendaknya berusaha membicarakan hal hal yang mendatangkan manfaat dan tidak mengucapkan ucapan yang tidak diperbolehkan.

Dalam mensifati orang mukmin Allah ta’ala berfirman:


dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, (QS Al mu’minun:3 )

perkataan yang tidak berguna itu diantaranya ghibah,namimah,mencela orang lain dan lain sebagainya

2.Tidak banyak bicara
Seorang muslim hendaknya menghindarkan diri dari banyak bicara,meskipun dalam hal yang diperbolehkan,karena dengan banyak bicara bisa jadi dia terjerumus dalam hal  hal dilarang ataupun makruh
Umar Bin Khatab r.a berkata”Barang siapa yang banyak bicara tentu banyak salahnya,Barang siapa yang banyak salahnya tentu banyak dosaanya,Dan barang siapa banyak dosanya maka nerakalebih pantas baginya”

3.Wajib berbicara ketika diperlukan.
Terutama dalam menjelaskan kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar.Ini adalah sikap mulia yang tidak boleh ditinggalkan,apabila ditinggalkan  maka termassuk pelanggaran dan  berdosa.
Waalhu’alam

Selengkapnya......

Jumat, 05 Agustus 2011

Perjalanan Menuju Akhirat


Salah satu dari rahmat yang Allah berikan pada manusia adalah diturunkannya Al Qur’an bagi manusia didalamnya ada anjuran dan ancaman (Taghrib wa Tahrib)sebagai petunjuk bagi manusia agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat,dan salah satu dari sekian ayat Al Qur’an yang mengingatkan kita pada hari akhirat adalah firman Allah yang ada dalam surat Al baqarah

‘Dan takutlah kalian pada hari kalian dikembalikan kepada Allah,dan setiap diri akan diberi balasan terhadap perbuatannya sendiri sedangkan mereka tidak di dzolimi”

Ayat ini mengingatkan kepada kita akan dua keadaan manusia ketika menghadapi kehidupan akhirat,keadaan yang pertama adalah ketika manusia menghadapi sakaratul maut atau kematian yang merupakan pintu pintu gerbang memasuki kehidupan akhirat.

Kematian hanya satu meskipun berbagai macam bentuknya,

Seorang ibu sedang mengerang kesakitan hendak melahirkan anaknya ,ketuban sudah pecah ……darah banyak keluar………..,wajah pucat pasi,………….tangan mulai mendingin…..sang suami mulai mentalqin ketika dokter mengatakan bahwa kehamilan itu harus diselesaikan dengan operasi,seorang ibu yang datang kepada Allah ketika kakinya mulai mendingin detik detik itulah sakaratul maut menjemputnya,tidak ada kebahagiaan kecuali kebahagian kebaikan yang telah dia perbuat,tidak ada yang berguna dari harta yang ia kumpulkan,dari usaha yang dia kembangkan yang teringat adalah kalimat Laa illaha illallah yang datang dari para kerabat yang kadang ia sadar,dan kadang ia lupa dan tidak mengingatnya lagi.

Kadang kala kematian datang dengan sakit yang tidak bisa disembuhkan lagi,komplikasi dalam sakitnya,penyakit yang satu akan disembuhkan ,obat yang di masukan berlawanan dengan penyakit yang lainnya,saat itulah manusia sadar bahwa dia hanya menunggu ajal ,saat itulah manusia sadar bahwa dia akan bertemu dengan Allah Ta’ala,mana amal perbuatan,mana ibadah yang telah Allah beri keloggaran untuknya,yang ada waktu itu adalah kalimat Laa illaha illallah.

Ketika seseorang hendak berangkat ketempat Aktivitasnya tiba tiba ditengah jalan dia mendapatkan kecelakaan tabrakan ……kepala pecah……..badan patah patah….Saat itulah dia akan merasakan sakaratul maut,dan ini akan dialami oleh semua manusia.sebagiamana yang disabdakan oleh rosulullah bahwa setiap kematian mempunyai sakarat yang kadang kadang manusia ingat dan kadang kadang tidak bisa ingat lagi karena demikian sakitnya.

Setelah ruh keluar dari jasad manusia mulailah berkumpul kerabat untuk berta’ziyah memberi hibur pada keluarga yang ditinggal namun tidak lagi bisa memberi hibur bagi orang yang hendak berangkat.,Kemudian mulailah Ia berangkat diatas keranda ia diletakkan kemudian berbondong bondong orang mengantarnya ke tempat ia akan dikuburkan,saat itulah dia merasakan keterasingan yang sangat ketika orang orang meletakkannya di dalam lahat dan ditimbun dengan tanah dalam kesendirian dalam kesunyian.
Maka setelah semua meninggalkan dan semua kesedihan telah hilang bagi orang yang ditinggalkan tinggallah ia sendiri dalam kegelapan kubur sebagaimana ketika manusia dilahirkan juga sendiri….

“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, “ (QS Al  An’am :94)

Dalam kegelapan lahat ,dalam kegelapan malam tidak ada yang menyapa  saat itulah dia  akan ditemani dengan amal perbuatannya sendiri,seandainya dia beramal sholeh maka dia akan ditemani dengan amalnya  yang akan menghiburnya sampai hari kiamat,akan tetapi seandainya dia tidak mempunyai amal kecuali amal Tholeh(amal yang Buruk) maka dia kan ditemani oleh seseorang yang buruk wajahnya dan sangat menakutkan yang akan menceritakan tentang adzab hingga hari kiamat.

Seandainya seseorang beramal sholeh maka Allah akan bukakan pintu surga kemudian dia melihat dan terhibur,akan tetapi seandainya dia beramal buruk maka Allah akan bukakan pintu neraka kemudian dia melihatnya,melihat besi besinya, melihat cambuk cambuknya,melihat semua adzab,mendengar semua jeritan dan melihat panasnya api neraka setiap harinya sampai hari kiamat……………(bersambung)

Selengkapnya......

Kamis, 04 Agustus 2011

Kutitip Surat Ini Untukmu ( 2 )

Kepada Yang Tercinta Bundaku Yang Ku Sayang

Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Shalawat serta salam, hamba yang lemah ini panjatkan keharibaan Nabi yang mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Amin…

Ibu… aku terima suratmu yang engkau tulis dengan tetesan air mata dan duka, dan aku telah membacanya, ya aku telah mengejanya kata demi kata… tidak ada satu huruf pun yang aku terlewatkan.

Tahukah engkau, wahai Ibu, bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya’ dan baru selesai membacanya setelah ayam berkokok, fajar telah terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan?! Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah, sekiranya diletakkan ke atas daun yang hijau tentu dia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak tersudu oleh itik dan tidak tertelan oleh ayam. Sebenarnyalah bahwa suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan… bagaikan awan kaum Tsamud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku…

Ibu… Aku baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti!! Bagaimana tidak, sekiranya surat itu ditulis oleh orang yang bukan ibu dan ditujukan pula bukan kepadaku, layaklah orang mempunyai hati yang keras ketika membaca surat itu menangis sejadi-jadinya. Bagaimana kiranya yang menulis itu adalah bunda dan surat itu ditujukan untuk diriku sendiri!!

Aku sering membaca kisah dan cerita sedih, tidak terasa bantal yang dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata, aku juga sering menangis melihat tangisnya anak yatim atau menitikkan air mata melihat sengsaranya hidup si miskin. Aku acap kali tersentuh dengan suasana yang haru dan keadaan yang memilukan, bahkan pada binatang sekalipun. Bagaimana pula dengan surat yang ibu tulis itu!? Ratapan yang bukan ibu karang atau sebuah drama yang ibu perankan?! Akan tetapi dia adalah sebuah kenyataan…


Bunda yang kusayangi…

Sungguh berat cobaanmu… sungguh malang penderitaanmu… semua yang engkau telah sebutkan benar adanya. Aku masih ingat ketika engkau ditinggal ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja, jadilah engkau mencari apa yang dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yang engkau ambil tersebut sebagai hutang dan hendaklah dicatat dulu. Hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan engkau akan dapat melunasinya.

Ibu… aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan keringkan, tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat, engkau sengaja mengambilkan air didih dari nasi yang sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.

Ibu… maafkanlah anakmu ini, aku tahu bahwa semenjak engkau gadis sebagaimana yang diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua sekarang, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu tidak ada kebahagiaan, hari-harimu adalah perjuangan. Semua hidupmu hanya pengorbanan.

Ibu… Maafkan aku anakmu ini! Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang engkau telah sanjung pula suku dan negerinya!! Engkau katakan ketika itu padaku, “Ambilah ia sebagai istrimu, gadis yang pemalu yang pandai bergaul, cantik dan berakhlak mulia, punya hasab dan nasab!.”

Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu. Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku, senyuman dan sapaannya telah membuatku terlena dengan sapaan dan himbauanmu.

Ibu… aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena ia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri, terutama perhatiannya dalam berbakti kepadamu, sudah berapa kali ia memintaku untuk menyediakan waktu untuk menziarahimu. Hari yang lalu ia telah buatkan makanan buatmu, akan tetapi aku tidak punya waktu mengantarkannya, hingga makanan itu telah menjadi basi…

Aku berharap pada permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa namanya dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya. Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yang baik, istri yang telah berupaya banyak untuk kebahagiaan rumah tangganya.

Ibu… Ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Sekali lagi maafkan aku! Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku.. anakmu ini!! Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang kualami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah dan perubahan jiwa ketika aku tidak hanya mengenal dirimu, tapi kini aku telah mengenal satu wanita lagi.

Ibu… perkawinanku membuatku masuk ke dunia baru, dunia yang selama ini tidak pernah kukenal, dunia yang hanya ada aku, istri dan anakku!! Bagaimana tidak, istri yang baik dan anak-anak yang lucu-lucu!! Maafkan aku Ibu… aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dengan keadaan orang lain, yang penting bagiku adalah keadaan mereka.

Ibu… Maafkan aku, anakmu!! Aku telah lalai… aku telah lupa… aku telah menyia-nyiakanmu!! Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, dan anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya. Oleh sebab itu dilarang mencintai anak secara berlebihan dan anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya.

Itulah yang terjadi pada diriku, wahai Ibu!! Aku seperti orang linglung ketika melihat anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare. Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu atau pada ayah!!

Ibu… Sulit aku merasakan perasaanmu!! Kalaulah bukan karena bimbingan agama yang telah lama engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya!! Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayah, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.

Setelah suratmu datang, baru aku mengerti!! Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat yang engkau hadapi selama ini.

Sekarang baru aku mengerti, bahwa hari yang sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anaknya telah menikah dengan seorang wanita. Di matanya wanita yang telah mendampingi putranya itu adalah manusia yang paling beruntung.

Bagaimana tidak!! Dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang pribadi dan matang ekonomi dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya. Dengan detak jantungnya ia peroleh kematangan jiwa dan dari uang ibu itu pula ia dapatkan kematangan ekonomi. Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungannya, kecuali hubungan dua wanita yang saling berebut perhatian seorang laik-laki. Laki-laki sebagai anak dari ibunya dan ia sebagai suami dari istrinya.

Ibuku sayang…

Maafkan aku Ibu!! Ampunkan diriku. Satu tetesan air matamu adalah lautan api bagiku. Janganlah engkau menangis lagi, jangan engkau berduka lagi!! Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka!! Aku takut Ibu… aku cemas dengan banyaknya dosaku kepada Allah sekarang bertambah pula dengan dosaku terhadapmu. Dengan apa aku ridho Allah, sekiranya engkau tidak meridhoiku. Apa gunanya semua kebaikan sekiranya di matamu aku tidak punya kebaikan!! Bukankah ridho Allah tergantung dengan ridhomu dan sebaliknya bukankah kemurkaan Allah tergantung dengan kemurkaanmu!! Tahukah engkau Ibu, seburuk-buruknya diriku, aku masih merasakan takut kepada murka Allah!! Apalah jadinya hidup jika hidup penuh dengan murka dan laknat serta jauh dari berkah dan nikmat.

Kalau akan murka itu pula yang aku peroleh, izinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, demi hanya untuk dapat menyeka air matamu! Kalau akan engkau pula murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau, mau engkau perbuat apa?!

Sungguh aku tidak mau masuk neraka! Seakalipun -wahai Bunda- aku memiliki kekuasaan seluas kekuasaan Firaun, mempunyai kekayaan sebanyak kekayaan Qarun dan mempunyai keahlian setinggi ilmu Haman. Pastikan wahai Bunda tidak akan aku tukar dengan kesengsaraan di akherat sekalipun sesaat. Siapa pula yang tahan dengan azab neraka, wahai Bunda!!

Ibu maafkan anakmu!! Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit!! Maka, ampun, wahai Ibu!! Aku angkat seluruh jemariku dan sebelas dengan kepala untuk mohon maaf kepadamu!! Kalaulah itu yang terjadi, do’a itu tersampaikan! Salah ucap pula lisanmu!! Apalah jadinya nanti diriku!! Tentu kebinasaan yang telak. Tentu diriku akan menjadi tunggul yang tumbang disambar petir, apalah gunanya kemegahan sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula!!

Kalaulah do’amu terucap atasku, wahai Ibu!! maka, tidak ada lagi gunanya hidup, tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan.

Ibu dalam sejarah anak manusia yang kubaca, tidak ada yang bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasib bagi yang terkena kutuk di akherat, tentu lebih sengsara.

Ibu… setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku. Suratmu akan kujadikan benda berharga dan kusimpan dengan dengan baik dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalqin diriku dengannya. Akan kusimpan dalam lubuk hatiku sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai dalam berbakti, lalu sadar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yang seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.

Tua… siapa yang tidak mengalami ketuaan, wahai Bunda!! Badanku yang saat ini tegap, rambutku hitam, kulitku kencang, akan datang suatu masa badan yang tegap itu akan ringkih dimakan usia, rambut yang hitam akan dipenuhi uban ditelan oleh masa dan kulit yang kencang itu akan menjadi keriput ditelan oleh zaman.

Burung elang yang terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yang tinggi, suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar dan diperebutkan oleh burung kecil lainnya. Singa si raja hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tuanya, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik atau amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.

Ibu, do’akan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu di masa banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya. Angkatlah ke langit munajatmu untukku agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.

Ibu… sesampainya suratku ini, insya Allah, tidak akan ada lagi air mata yang jatuh karena ulah anakmu, setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu, bahagiamu adalah bahagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, tawamu adalah tawaku dan tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap aku dapat membahagiakanmu selama mataku masih berkedip.

Bahagiakanlah dirimu… buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum!! Ini kami, aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu.

Salam hangat dari anakmu.

Sumber Tulisan ‘ Kutitip Surat Ini Untukmu’ karya Ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah

Selengkapnya......

Selasa, 02 Agustus 2011

Kutitip Surat Ini Untukmu ( 1 )


Kutitip surat ini, anakku!
Ananda yang kusayangi, di bumi Allah Ta'ala..

Segala puji Ibu panjatkan ke hadirat Allah yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amiin..

Wahai anakku,
Surat ini datang dari ibumu yang selalu dirundung sengsara.. Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap itu pula goresan tulisan terhalangi oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka..

Wahai anakku,
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hatiku dan telah engkau robek pula perasaanku.

Wahai anakku,
25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi. Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan, tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.

Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan tendangan kakimu atau geliat badanmu dalam perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti semakin sengkau sehat wal afiat dalam rahimku.

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.

Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak lagi dapat menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari dipelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar kedunia.

Engkaupun lahir.. Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan senantiasa menetes dalam keharuan dan kebahagiaan. Dengan itu semua, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya rasa sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkonganku.

Wahai anakku.. Telah berlalu tahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.

Harapanku pada setiap harinya; agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu.. itulah kebahagianku!

Kemudian, berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu. Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumismu dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.

Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. Saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.

Waktu pun berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dalam kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening dan dalam, bersama dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan, yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku.. Ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar senantiasa dapat menatap wajahmu, agar ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Yang ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat pula sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik, jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkau pun berlalu pergi.

Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit.. Berdiri seharusnya dipapah, duduk pun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu.. Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.

Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu.. Mana balas budimu nak? Mana balasan baikmu?! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak? Susu yang ibu berikan engkau balas dengan tuba?! Bukankah Alla Ta'ala berfirman;

"Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?" [QS. arRahman:60]

Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil keletihanku, engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu? Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkan aku berbuat lalai dalam melayanimu?

Lalu, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantu dan budakmu. Mereka semua telah mendapatkan upahnya, lalu mana upah yang layak untukku, wahai anakku?

Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah Ta'ala mencintai orang yang berbuat baik.

Wahai anakku! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak ingin menginginkan yang lain.

Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi. Anakku.. tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan?! Bukan karena apa-apa! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengeluarkan air matanya.. Hanya karena engkau telah membalasnya dengan dengan luka di hatinya.. Hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungya.. Hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahum?!

Wahai anakku, Ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah Ta'ala, sebagaimana Rasulullah telah sabdakan:

"Orang tua adalah pintu Surga yang di tengah, sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!" [HR. Ahmad]

Anakku, aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan Surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu, yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata: 'Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, 'Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia?' Beliau berkata: 'Shalat pada waktunya', aku berkata: 'Kemudian apa, wahai Rasulullah?' Beliau berkata: 'Berbakti kepada orang tua', aku berkata: 'Kemudian apa, wahai Rasulullah!', Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah', lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya," [HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad]

Wahai anakku! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau perlu bersusah payah untuk memerdekakan budak atau untuk berletih dalam berinfak.

Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah, dan murkaku adalah kemurkaanNya jua?

Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:

"Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang, dikatakan (kepada Rasulullah): 'Siapa dia wahai Rasulullah?', beliau menjawab: 'Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannnya ke Surga," [HR. Muslim]

Anakku.. Aku tidak angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku.. Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkau engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupkku?

Bangunlah, nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu, akan berlalu masa sehingga engkau akan menjadi tua, dan al-jaza' min jinsil 'amal.. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam.. Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulismu dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku, bertakwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya! Sesungguhnya Surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.

Anakku.. Setelah engkau membaca surat ini, terserah kepadamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.

Wassalam,

Ibumu.
Sumber: Ust Muhammad Halim Naro Lc

Selengkapnya......

Senin, 01 Agustus 2011

Meraih Sukses Ramadhan

Rosulullah pernah bersabda betapa banyak dari umatku yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa apa kecuali lapar dan haus saja.ini mengindikasikan bahwa ternyata untuk bisa mendulang sukses selama bulan ramadhan tidak cukup hanya dengan tidak makan dan tidak minum saja tetapi perlu trik khusus sehingga kita bisa mengoptimalkan amalan ramadhan kita.mulai dari persiapan sampai pada pelaksanaan ibadah ramadhan
Kalau kita lihat sejarah rosulullah menyiapkan diri tuk menyambut ramadhan di mulai sejak dua bulan sebelum ramadhan,lewat do’anya yang sangat terkenal”Allahumma bariklana fii rajaba wa sya’ban wa balighna ramadhan,sejak mulai bulan rajab rosulullah sudah berdo’a untuk di pertemukan dengan bulan ramadhan,
Untuk menuju sukses dalam ramadhan paling tidak ada beberapa amalan yang wajib kita kerjakan
Tilawah Qur’an
Qiyamul Lail
I’tikaf
Shodaqah
Umroh

  1. TILAWAH QUR’AN
Suatu hari sahabat bertanya pada rosulullah berapa harikah saya harus mengkhatamkan Al Qur’an?Rosulullah menjawab tiga puluh hari,
Hal ini berarti kita harus mengkhatamkan 1 juz al qur’an tiap hari,dan ini di tanyakan ketika di luar ramadhan,kalau dalam bulan ramadhan tentunya harus lebih dari itu.
Dalam sebuah hadist di katakan bahwa Al Qur’an nanti akan datang pada hari kiamat dan memberi syafa’at pada ahlinya yaitu orang yang membacanya.
Rosulullah juga bersabda:
“shiyam dan bacaan qur’an dapat memberi syafaat kepada seseorang pada hari kiamat, shiyam mengatakan “yaa rabb aku telah mencegahnya dari makan dan minum di siang hari,sedangkan Qur’an berkata:aku tealh melarangnya dari tidur di malam hari,maka dari itu berikanlah dia syafaat karena kami.

  1. QIYAMUL LAIL
Shalat yang di erjakan pada malam hari di sebut qiyamul lail atau shalat lail,dan sering di sebut juga dengan shalat tahajjud dan bila di kerjakan pada malam bulan ramadhan maka di sebut shalat tarawih.
“Sesnugguhnya ramadhan adalah bulan yang di wajibkan Allah untuk shaum dan aku sunahkan shalat pada malam harinya.Maka barang siapa yang menjalankan shaum dan shalat pada malam harinya karena iman dan mengharap pahala,niscaya ia bebas dari dosa dosa seperti saat ia dilahirkan ole ibunya”(HR An nasa’i)
“Sesungguhnya apabila seseoarang shalat(tarawih)bersama imam hingga selesai baginya di catat melaksanakan shalat semalam suntuk”(HR Abu Dawud)

  1. I’TIKAF
Secara bahasa I’tikaf artinya diam,menahan dan menetap.Menurut Al fayumi,I’tikaf adalah menekui sesuatu.Oleh karena itu bagi orang yang menghuni masjid dan melaksanakan ibadah di dalamnya disebut mu’takif dan akif
Secara Syar’I I’tikaf adalah menetap dan tinggal di masjid dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah disertai dengan niat yang khusus.

    4.Memperbanyak Shodaqoh

Salah satu amalan ynag mendukung suksesnya memborong pahala di bulan Ramadhan adalah dengan memperbanyak shodaqoh di bulan ramadhan,dalam sebuah riwayat di ceritakan bahwa Rosulullah adalah orang yang dermawan dan kedermawanan beliau semakin kelihatan atau bertambah ketika masuk bulan ramadhan.
Ketika kita memberi shodaqoh dengan memberi buka puasa pada seseorang maka dia akan mendapat pahala puasa sama dengan pahala puasa orang tersebut tanpa mengurangi pahala orang tersebut,sungguh demikian besar pahala yang Allah janjikan pada orang yang gemar bersedekah di bulan ramadhan. 
Wallahu'alam

Selengkapnya......